Pentingnya memperoleh produk budaya Islam Persia diakui oleh elit birokrasi Ottoman pada abad keenam belas dan ketujuh belas. Alasan untuk melakukan cara tertentu dalam memperolehnya sangat terkait dengan selera pribadi.
Namun ketika dikaji lebih jauh, pada abad keenam belas dan ketujuh belas, terdapat ambisi untuk membuktikan bahwa Ottoman telah mencapai status kekuatan imperial global.
Fenomena yang menunjukkan hubungan erat antara seni dan politik ini juga terlihat dalam proses kepenulisan, misalnya dalam Khitayi Travelogue yang menceritakan Jalur Sutra dari wilayah perbatasan Ottoman ke Tiongkok melalui Asia Tengah.
Beberapa koleksi merupakan versi terjemahan dari bahasa Persia. Kemahsyuran karya-karya Persia membuat elit Ottoman ingin memilikinya, yang biasa didapat dari perayaan seperti pernikahan, khitan, naik takhta, kematian sultan, atau mereka yang membelinya langsung.
Banyak jalur ditempuh oleh Ottoman utuk mengakses produk intelektual Persia. Selama berpuluh-puluh tahun, utusan Persia juga berkontribusi aktif dalam pertukaran produk intelektual tersebut dari satu pihak ke pihak lainnya.
Beberapa karya didapat sebagai 'hadiah diplomatik' yang dikirim ketika ada acara tertentu seperti perayaan pernikahan atau khitan, dan acara penting istana lainnya.
Tidak diragukan bahwa penulis dan penerjemah Ottoman berkontribusi besar pada pembentukan wacana intelektual dalam berbagai bidang studi, tetapi pada saat yang sama, kemampuan seniman dan cendekiawan Persia tidak dapat disangkal.
Hal ini membuktikan bahwa budaya dan intelektual Ottoman dipengaruhi Persia selama akhir abad keenam belas. Tidak ada yang tumpang tindih tetapi saling bercampur antara tradisi Ottoman dan Persia.
Seni dari Zaman Turki Seljuk
Kegemaran elit Ottoman terhadap seni Persia dianggap sebagai kelanjutan dari tradisi sebelum era Ottoman, yakni Turki Seljuk. Faktanya, kebudayaan Islam termasuk dari zaman Turki Seljuk, memang dipengaruhi Persia sejak awal Islamisasi.
Difusi budaya ini bisa dilihat dari nama-nama gelar penguasa Seljuk dan bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Misalnya karya sastra Persia yang terus diproduksi adalah karya Ibn Bibi, Aqsarayi, Jalal al-Din Rumi, dll.
Baca Juga: Perjalanan Sutomo yang 'Buang Muka' Terhadap Ottoman, Pilih Hiraukan Ataturk
Al-Qur’an yang diproduksi oleh Ottoman juga menarik karena dihiasi ornamen artistik khasnya tersendiri. Semetara karya seni Ottoman, termasuk arsitekturnya sebagian besar dipengaruhi dan bercampur dengan budaya Persia.
Evliya Çelebi, seorang penulis, mengklasifikasikan ornamen Ottoman menjadi dua kelompok: Islamic (Islam) dan Rumi. Rumi sendiri merupakan penyair Persia yang melalui karyanya gemar melontarkan tanya menggunakan humor, metafora, dan alegori, serta menciptakan dialog batin tentang masalah-masalah yang membingungkan.
Penyair sufi ini percaya bahwa karya seni yang dihasilkan oleh para seniman akan indah jika karya tersebut mencerminkan jiwa batin pembuatnya.
Ornamen Rumi mengacu pada motif yang terinspirasi dari alam, khususnya tanaman, seperti dal-kirma (cabang patah atau berombak), zulf-i nigar (kecantikan rambut ikal—mungkin merujuk pada jenis bunga), dan nilufer-i Cin (peony, sejenis bunga).Ornamen Rumi—yang terinspirasi dari motif tanaman—adalah salah satu ciri khas dalam seni dekoratif Ottoman, termasuk dalam manuskrip dan arsitektur.
Jadi dalam sejarah panjang kekaisaran Ottoman, seni dan kebudayaan yang kemudian menjadi ciri khas ternyata juga melalui perjalanan yang tak kalah panjang dan bersejarah.
Terutama sekali adalah kebudayaan Persia yang banyak mempengaruhi kesenian Ottoman dan tercermin dalam berbagai bidang kesenian dan sastra.