Lewat Dewa Badai, Suku Maya Belajar soal Dampak Perusakan Alam

By Sysilia Tanhati, Minggu, 6 Oktober 2024 | 16:00 WIB
Dewa badai suku Maya, Huracan, mengajarkan bahwa ketika kita merusak alam, maka kita merusak diri sendiri. (Bob King/CC BY 2.0)

Nationalgeographic.co.idSuku Maya kuno percaya bahwa segala sesuatu di alam semesta adalah bagian dari satu kekuatan spiritual yang kuat. Mereka bukanlah penganut politeisme yang menyembah dewa-dewa yang berbeda.

Suku Maya merupakan penganut panteisme yang percaya bahwa berbagai dewa hanyalah manifestasi dari kekuatan itu. Beberapa bukti terbaik untuk ini berasal dari perilaku dua makhluk paling kuat di dunia Maya.

Yang pertama adalah dewa pencipta yang namanya masih diucapkan oleh jutaan orang setiap musim gugur – Huracan atau Dewa Badai. Yang kedua adalah dewa petir, K'awiil, dari awal milenium pertama Masehi.

Kedua dewa tersebut saling terkait dan dapat mengajarkan kita sesuatu tentang hubungan manusia dengan alam.

Huracan, sang Jantung Langit

Huracan dulunya adalah dewa suku K’iche’. Suku tersebut merupakan salah satu suku Maya yang kini tinggal di dataran tinggi selatan Guatemala. Ia adalah salah satu tokoh utama Popol Vuh, teks keagamaan dari abad ke-16.

“Namanya kemungkinan berasal dari Karibia, tempat budaya lain menggunakannya untuk menggambarkan kekuatan badai yang merusak,” tulis by James L. Fitzsimmons di laman The Conversations.

Suku K’iche’ mengasosiasikan Huracan, yang berarti “satu kaki” dalam bahasa K’iche’, dengan cuaca. Ia juga merupakan dewa utama penciptaan dan bertanggung jawab atas semua kehidupan di Bumi, termasuk manusia.

Karena itu, ia terkadang dikenal sebagai U K'ux K'aj, atau Jantung Langit. Dalam bahasa K'iche’, k'ux bukan hanya jantung, tetapi juga percikan kehidupan, sumber dari semua pikiran dan imajinasi.

Namun, Huracan tidaklah sempurna. Ia melakukan kesalahan dan terkadang menghancurkan ciptaannya. Ia juga dewa pencemburu yang merusak manusia agar mereka tidak setara dengannya.

Dalam salah satu episode tersebut, ia diyakini telah mengaburkan penglihatan manusia. Hal ini mencegah manusia melihat alam semesta sebagaimana ia melihatnya.

Baca Juga: Kala Kertas Ujian Seorang Sarjana Dinasti Ming Gemparkan Dunia Maya