Nationalgeographic.co.id – Suhu bumi yang memanas dan bertambahnya populasi manusia membuat ketersediaan air kian menipis.
Dilansir dari Sciencedirect, suhu bumi yang memanas membuat udara menjadi lebih terik dan panas, sehingga air tanah mengalami penguapan yang cepat.
Selain itu, perubahan iklim yang mengakibatkan kekeringan dan banjir juga turut mengancam ketersediaan air bersih.
Di sisi lain, meningkatnya suhu bumi juga menyebabkan gletser dan lapisan es mencair lebih cepat, sehingga volume air laut meningkat.
Kenaikan permukaan air laut ini mengancam keberlangsungan hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil karena rentan menimbulkan intrusi air laut yang akan mengubah air tawar menjadi air asin.
Fenomena berkurangnya krisis air bersih nyatanya sudah melanda di berbagai tempat. Berdasarkan data World Resources Institute (WRI) pada 2023, terdapat 25 negara terancam krisis air. Sebagian besar negara berada di wilayah Timur Tengah, Afrika Utara dan Afrika Selatan.
Baca Juga: Kisah Yacuruna, Makhluk Air yang Kerap Menculik Manusia di Amazon
Namun, krisis air bersih di negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia sebenarnya sudah terjadi. Meski, berkurangnya ketersediaan air bersih masih belum banyak dibicarakan.
Badan Pusat Statistik pada 2020 menyebutkan, ketersediaan air per kapita di Indonesia pada 2035 diprediksi tersisa 181.498 meter kubik per kapita per tahun.
Angka ini berkurang jauh dari ketersediaan air pada 2010 yang mencapai 265.420 meter kubik per kapita per tahun.
Setiap tahun, berbagai wilayah di Indonesia juga rentan mengalami krisis air akibat faktor perubahan cuaca. Kondisi ini sempat dialami oleh Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Karangasem, Bali, pada Oktober 2023.
Fenomena el nino atau pemanasan suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur membuat sejumlah desa kesulitan menemukan sumber air bersih untuk aktivitas harian dan pertanian.