Jenazah sengaja diposisikan dalam arah tertentu untuk memudahkan transisi ke dunia lain. Kaki diarahkan ke selatan ke arah dewa kematian, Yama. Dan kepala ditempatkan ke utara, ke arah dewa kekayaan.
Pelayat utama membakar api unggun dan setelah itu jasadnya menjadi persembahan langsung kepada dewa api, Agni. Ketika jasad terbakar habis, api dipadamkan dengan air dari Sungai Gangga. Abunya kemudian dibuang ke sungai.
Melepas kulit
Anehnya, Manikarnika Ghat dikenal karena suasananya yang semarak. Kematian tidak dianggap remeh, tetapi dipersepsikan dengan pendekatan yang khas di sini. Kematian bukanlah kesedihan, tetapi 'melepas kulit' yang tidak lagi diperlukan.
Oleh karena itu, situs kremasi ini secara paradoks terkenal karena vitalitasnya. Manikarnika Ghat dianggap sebagai tempat orang mengenang baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Keluarga bermain permainan bersama. Mereka bergerak masuk dan keluar di antara sejumlah besar kayu yang dikumpulkan untuk kremasi jenazah. Hewan berkeliaran di antara para keluarga dan ritual.
Manikarnika telah menjadi pusat wisatawan dalam beberapa dekade terakhir. Manikarnika Ghat benar-benar merupakan tempat suci untuk upacara kremasi Hindu.