Manikarnika Ghat, Tempat Kremasi Suci Umat Hindu di Tepi Sungai Gangga

By Sysilia Tanhati, Minggu, 20 Oktober 2024 | 16:00 WIB
Manikarnika Ghat juga merupakan salah satu ghat tertua dan paling suci bagi agama dan mitologi Hindu. Konon, kremasi di situs ini memastikan bahwa jiwa seseorang beristirahat dalam kedamaian abadi setelah kematian duniawi mereka. (Dennis G. Jarvis/CC BY-SA 2.0)

Nationalgeographic.co.id—India terkenal karena memiliki praktik keagamaan khas yang hidup berdampingan satu sama lain. Banyaknya kuil dan monumen memungkinkan seseorang untuk merenungkan pentingnya iman bagi banyak orang. Salah satu tempat suci yang terkenal dan sering dikunjungi adalah Manikarnika Ghat di Varanasi.

Manikarnika Ghat juga merupakan salah satu ghat tertua dan paling suci bagi agama dan mitologi Hindu. Konon, kremasi di situs ini memastikan bahwa jiwa seseorang beristirahat dalam kedamaian abadi setelah kematian duniawi mereka. Selama berabad-abad, ritual kremasi di Manikarnika Ghat dianggap dapat memberikan seseorang pembebasan langsung dari siklus kelahiran kembali yang tak berujung.

Ghat di Varanasi

Tangga tepi sungai yang menuntun seseorang ke tepi Sungai Gangga adalah pemandangan umum di India. "Ada sekitar 87 ghat di Kota Varanasi saja," tulis Gisele Santos di laman Ancient Origins. Sebagian besar dibangun setelah tahun 1700 saat kota tersebut menjadi bagian dari Kekaisaran Maratha.

Sementara sebagian besar ghat dibangun untuk mandi, beberapa ghat dibuat untuk upacara. Hanya beberapa, seperti Manikarnika Ghat, yang terutama diperuntukkan untuk kremasi sebagai bentuk upacara kematian.

Ghat, istilah yang digunakan di anak benua India, untuk merujuk pada serangkaian anak tangga. Anak tangga itu mengarah ke badan air atau dermaga, seperti tempat mandi atau kremasi di sepanjang tepi sungai atau kolam.

Empat legenda tentang penciptaan Manikarnika Ghat

Manikarnika Ghat dikaitkan dengan dewa Hindu, yaitu Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Menurut beberapa kisah mitologi Hindu, Dewa Wisnu menggali lubang dengan menggunakan cakranya sementara Dewa Siwa mengamatinya. Sebuah anting (Manikarnika) jatuh ke dalam lubang tanpa diketahui saat keduanya sedang asyik menggali.

Kisah lain mengeklaim bahwa Mata Sati mengorbankan dirinya dengan membakar tubuhnya. Hal ini dilakukan setelah salah satu putra Dewa Brahma, Raja Daksh Prajapati, mencoba mempermalukan Dewa Siwa dalam sebuah Yagya. Yagya adalah ritual di mana persembahan dibuat menjadi api suci.

Selanjutnya, Dewa Siwa membawa tubuh Mata Sati menuju Himalaya. Selama perjalanan ini, tubuhnya mulai jatuh ke bumi. Shakti Peeth (tempat pemujaan bagi dewi Sati atau Shakti) kemudian didirikan di setiap tempat di mana bagian tubuhnya jatuh. Dalam cerita ini, anting-anting Mata Sati jatuh di Manikarnika Ghat.

Dalam kisah ketiga tentang asal-usul Manikarnika Ghat, Dewa Wisnu berjuang untuk menyenangkan Dewa Siwa selama berabad-abad. Dewa Wisnu memohon kepada Dewa Siwa untuk mempertimbangkan kembali penghancuran Kashi (kota suci).

Baca Juga: Mengapa Orang India Rela Mandi di Sungai Paling Tercemar di Dunia Ini?

Dewa Siwa tiba di Kashi bersama istrinya Parvati, untuk mengabulkan keinginan Wisnu. Di tepi Sungai Gangga, ia menggali sumur untuk mandi dan saat mandi, hiasan telinga yang berharga jatuh ke dalam sumur. Maka lokasi tersebut diberi nama demikian.

Terakhir, sebuah mitos yang lucu menceritakan tentang Dewa Siwa yang jatuh setelah bermain-main dengan asyik. Saat ia terjatuh, anting-antingnya jatuh ke bumi dan terbentuklah Manikarnika Ghat.

Situs suci Manikarnika Ghat

Manikarnika Ghat dilambangkan oleh penjajaran sumur suci Manikarnika Kund, yang dibajak oleh Dewa Wisnu selama masa penciptaan dan penghancuran. Ghat ini juga terkenal dengan kuilnya yang didedikasikan untuk Siwa dan Mata Durga. Kuil tersebut dibangun sekitar tahun 1850 oleh Maharaja Awadh.

Tempat kremasi adalah salah satu tempat utama bagi sekte Shaktisme dalam agama Hindu. Dan kuil tersebut merupakan tempat suci bagi para peziarah. Kuil menyediakan kunjungan ke situs tersebut setiap hari. Di sinilah kolam Chakra-Pushkarini Kund, yang juga dikenal sebagai Manikarnika Kund, dapat ditemukan juga.

Para peziarah percaya bahwa Charanapaduka (jejak kaki) Dewa Wisnu berada di lempengan marmer bundar. Dewa Wisnu dikatakan telah bermeditasi selama bertahun-tahun di Ghat.

Pentingnya kremasi dalam agama Hindu

Pembakaran tubuh seseorang setelah meninggal merupakan hal mendasar dalam agama Hindu. Pasalnya, jiwa dimurnikan dan dibebaskan dari tubuh. Proses kremasi sangat penting dalam mencapai nirwana dan berbagai tahapan ritual harus diselesaikan dengan benar atau jiwa tidak akan beralih ke akhirat.

Dilakukan terutama oleh kaum Dom (kasta Hindu Bengali), jenazah dibawa dengan diselimuti kain. Jenazah diletakkan di atas tandu bambu sebagai persiapan untuk ritual kremasi. Jenazah manusia kemudian dibakar. Abu panas dari jenazah berfungsi sebagai pengingat akan kehancuran yang telah ditakdirkan atas segala sesuatu di dunia.

Dipercayai bahwa moksha terjadi saat itu. Mencapai moksha memastikan keselamatan dan interaksi langsung dengan Dewa Siwa. Secara tradisional, anak-anak di bawah usia 2 tahun dan laki-laki dianggap suci. Kedua kelompok tersebut dapat dikubur di bawah tanah karena tubuh mereka dianggap tidak rusak dan tanpa dosa. Oleh karena itu, mereka tidak perlu disucikan dengan api.

Bangunan khusus di Manikarnika Ghat disediakan untuk orang-orang yang menunggu ajal mereka. Di sini mereka menunggu napas terakhir mereka untuk mati dengan benar di tepi Sungai Gangga.

Jenazah dimandikan di Sungai Gangga dan dibaringkan hingga 2 jam di tangga. Selama waktu itu jenazah dibiarkan sendiri dan dikeringkan. Setelah itu, jenazah diletakkan di atas tumpukan kayu di atas lubang kremasi yang sebelumnya dipilih oleh anggota keluarga.

Jenazah sengaja diposisikan dalam arah tertentu untuk memudahkan transisi ke dunia lain. Kaki diarahkan ke selatan ke arah dewa kematian, Yama. Dan kepala ditempatkan ke utara, ke arah dewa kekayaan.

Pelayat utama membakar api unggun dan setelah itu jasadnya menjadi persembahan langsung kepada dewa api, Agni. Ketika jasad terbakar habis, api dipadamkan dengan air dari Sungai Gangga. Abunya kemudian dibuang ke sungai.

Melepas kulit

Anehnya, Manikarnika Ghat dikenal karena suasananya yang semarak. Kematian tidak dianggap remeh, tetapi dipersepsikan dengan pendekatan yang khas di sini. Kematian bukanlah kesedihan, tetapi 'melepas kulit' yang tidak lagi diperlukan.

Oleh karena itu, situs kremasi ini secara paradoks terkenal karena vitalitasnya. Manikarnika Ghat dianggap sebagai tempat orang mengenang baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Keluarga bermain permainan bersama. Mereka bergerak masuk dan keluar di antara sejumlah besar kayu yang dikumpulkan untuk kremasi jenazah. Hewan berkeliaran di antara para keluarga dan ritual.

Manikarnika telah menjadi pusat wisatawan dalam beberapa dekade terakhir. Manikarnika Ghat benar-benar merupakan tempat suci untuk upacara kremasi Hindu.