Nationalgeographic.co.id—Tidak jauh dari Kota Chengdu di Provinsi Sichuan, Tiongkok, terdapat patung Buddha Leshan.
Diukir di sisi Gunung Lingyun, patung raksasa ini berusia lebih dari 1.300 tahun. Patung Buddha Leshan dianggap sebagai salah satu patung Buddha terbesar di dunia dan sejauh ini merupakan patung pra-modern tertinggi.
Situs Buddha Leshan menarik jutaan orang setiap tahun. Para peziarah menjadikannya semacam tujuan suci dan keajaiban dunia kuno.
Penghormatan kepada Maitreya
Patung Buddha Leshan (juga dikenal sebagai Dafo) yang terletak di sebelah timur Kota Leshan ini menghadap Gunung Emei yang suci dengan sungai-sungai yang mengalir di bawah kakinya.
“Situs ini berada di persimpangan tiga sungai: Sungai Min, Sungai Qingyi, dan Sungai Dadu,” tulis Bryan Hill di laman Ancient Origins.
Patung yang dikunjungi oleh banyak peziarah ini menggambarkan seorang biksu yang tegap dan tersenyum. Ia duduk dengan tenang, meletakkan tangannya di atas lututnya dengan mata menatap ke seberang sungai.
Patung tersebut diyakini sebagai Maitreya, seorang Buddha dan murid Sakyamuni, yang dianggap sebagai pendiri agama Buddha. Maitreya melambangkan pencerahan dan kebahagiaan.
Pemujaan terhadap Maitreya sangat populer antara abad ke-4 dan ke-7. Saat ini, patung Maitreya masih dapat ditemukan di banyak kuil Buddha di seluruh Tiongkok. Namun patung Leshan dianggap sebagai yang paling inspiratif dari semuanya.
Arsitektur patung Buddha Leshan
Daya tarik Buddha Leshan tidak hanya terletak pada ukurannya tetapi juga pada keajaiban arsitekturnya.
Baca Juga: Sejarah Dunia: Kisah Patung Buddha Bamiyan yang Kini Tinggal Kenangan
Seluruh patung terbuat dari batu, kecuali telinga yang dibuat dari kayu, kemudian ditempelkan, dan dilapisi dengan tanah liat. Rambut Buddha ditata dalam ikal spiral khusus dengan 1.021 lilitan yang telah tertanam dengan terampil di kepala.
Patung Buddha Leshan memiliki tinggi sekitar 71 meter dan lebarnya 24 meter. Kepalanya berukuran panjang 14,7 meter dan lebar 10 meter.
Kuku kakinya yang terkecil dapat menampung orang yang sedang duduk. Setiap telinganya berukuran panjang 7 meter dan hidungnya berukuran panjang 5,6 meter. Telinganya mampu menampung dua orang di dalamnya. Setiap alisnya berukuran panjang 5,5 meter.
Punggung kaki yang lebarnya 8,5 meter dapat menampung 100 orang. Jari kakinya cukup besar untuk menampung meja makan. Tinggi kepalanya 15 meter, lebar bahunya 28 meter.
Patung memiliki sistem drainase untuk cegah pelapukan
Untuk mencegah pelapukan, beberapa saluran drainase yang tersembunyi di dalam rambut, kerah, dada, dan belakang telinga Buddha. Saluran tersebut mencegah patung tersebut dari erosi dan pelapukan yang serius selama ribuan tahun.
Sistem drainase patung Buddha Leshan adalah sistem kompleks yang terdiri dari selokan dan saluran tersembunyi. Saluran dan selokan tersebut mengalirkan air hujan dan menjaga bagian dalamnya tetap kering.
Inilah sebabnya mengapa Buddha besar tersebut tetap utuh hingga zaman modern. Dibandingkan dengan saat pertama kali selesai, patung tersebut terlihat sangat berbeda saat ini.
Dahulu patung ini berada di paviliun kayu megah setinggi 43 meter yang melindungi patung tersebut dari erosi. Akan tetapi, paviliun tersebut akhirnya hancur pada akhir Dinasti Ming, sehingga patung tersebut terpapar oleh unsur-unsur alam.
Dibuat untuk menenangkan dewa sungai
Patung Buddha Leshan konon dibangun untuk menenangkan air yang bergolak di sungai yang mengganggu perahu-perahu yang lewat dan menewaskan banyak orang setiap tahunnya.
Baca Juga: Perkembangan Teh Menjadi Seni dan Bagian Penting dalam Budaya Jepang
Jadi, pada Dinasti Tang, seorang biksu bernama Hai Tong, memutuskan untuk memahat patung raksasa di tepi sungai. “Harapannya adalah patung itu akan menenangkan para dewa sungai dan menyelamatkan lebih banyak nyawa penduduk setempat,” tambah Hall.
Dengan keyakinan tersebut, Hai Tong memohon selama 20 tahun untuk memperoleh cukup dana guna memulai pekerjaannya.
Menurut legenda, beberapa pejabat pemerintah setempat ingin mendapatkan sejumlah besar uang dari Hai Tong. Hai Tong mengatakan bahwa mereka dapat mengambil bola matanya dan bukan uang untuk pembuatan patung Buddha.
Ketika pendanaan pemerintah untuk proyek tersebut terancam, biksu tersebut konon mencungkil matanya sendiri. Ia ingin menunjukkan ketulusan dan pengabdiannya terhadap tujuan tersebut.
Para pejabat tersebut ketakutan dan Hai Tong menyimpan uang tersebut dan memulai proyek tersebut patung tahun 713 M. Proyek tersebut baru setengah jadi ketika ia meninggal dunia. Dua orang muridnya ditinggalkan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut.
Proyek tersebut akhirnya selesai 90 tahun kemudian oleh gubernur setempat pada tahun 803 M.
Begitu banyak batu yang dipindahkan dari permukaan tebing dan dibuang ke sungai di bawahnya selama pembangunan. Hal tersebut menyebabkan arus sungai pun berubah sehingga airnya aman untuk kapal yang lewat.
Patung-patung Buddha berukuran kecil dibangun di sekitarnya
Patung Buddha Leshan kerap ditampilkan dalam puisi, lagu, dan cerita Tiongkok.
Bagi orang Tiongkok kuno, membangun patung dengan ukuran dan perawakan seperti ini merupakan cara untuk berterima kasih kepada dewa-dewa. Bahkan setelah selesai, orang-orang terus memahat Buddha, yang berukuran kecil, di sekeliling patung besar ini.
Baca Juga: Buddha Mengajarkan Kita untuk Bahagia dengan Kekurangan, Bagaimana dengan Krisis Iklim?
Di tebing di samping patung Buddha Leshan terdapat dua prajurit batu berukir dalam jubah perang. Dua patung prajurit itu memegang tombak (gabungan tombak dan kapak perang).
Selain Buddha Raksasa, terdapat ribuan Buddha berukir lainnya. Keberadaan patung-patung tersebut menjadikan gunung ini sebagai museum ukiran Buddha.
Makam tebing Dinasti Han juga ditemukan di situs tersebut. Selain itu, terdapat kuil dan tempat pemujaan di lokasi yang didedikasikan untuk Hai Tong di dekat patung Buddha. Artefak kamar mayat juga ditemukan di sini sehingga area ini sangat penting bagi para arkeolog.
Berkunjung ke Patung Buddha Leshan
Ada dua cara untuk mengunjungi Leshan Giant Buddha: berjalan kaki dan naik perahu.
Jika ingin melihat patung Buddha Leshan dari dekat, Anda dapat memilih rute jalan kaki. Anda akan berjalan di sepanjang jalan setapak untuk menikmati pemandangan patung dari berbagai sudut. Mulai dari kepala hingga kakinya.
Jalan setapak tersebut curam dan sempit. Jika Anda tidak nyaman untuk berjalan kaki, sebaiknya hindari opsi ini.
Sebagai alternatif, Anda dapat mengunjungi patung Buddha Leshan dengan perahu wisata. Dengan demikian, Anda dapat melihat Buddha dari kejauhan dan mendapatkan pemandangan panoramanya.
Menggunakan perahu juga sangat direkomendasikan pada musim puncak wisatawan (Juli–Oktober) untuk menghindari keramaian.
Ancaman bagi pelestarian patung Buddha Leshan
Saat ini, erosi merupakan ancaman terbesar bagi pelestarian patung Buddha Leshan. Patung tersebut hampir hancur akibat erosi angin dan hujan sebelum tahun 1963. Pemerintah Tiongkok pun mulai melakukan perbaikan dan perlindungan.
Pada tahun 1996, Komite Warisan Dunia UNESCO memasukkan kawasan Pemandangan Gunung Emei dan Kawasan Pemandangan Buddha Raksasa Leshan ke dalam Daftar Warisan Dunia.
Pada awal Tahun Baru Imlek, puluhan ribu orang Tiongkok biasanya berbondong-bondong ke Buddha Leshan. Mereka memberi penghormatan dan berdoa memohon keberuntungan.
Antrean yang perlahan-lahan merayap naik 250 anak tangga ke puncak kepala patung Buddha dapat memakan waktu berjam-jam. Setelah mencapai puncak, sulit untuk bergerak karena setiap orang mencoba untuk melihat Buddha lebih dekat.
Sementara yang lain memilih naik perahu untuk melihat sang Buddha. Peziarah memadati perairan. Semua orang ingin mendapatkan kesempatan untuk membakar dupa. Mereka berharap sang Buddha akan memberi keberuntungan di tahun mendatang.