Nationalgeographic.grid.id—Scipio bukanlah orang yang diharapkan Romawi untuk memimpin mereka menuju kemenangan atas perangnya dengan Hannibal. Tapi, Scipio punya darah panas yang membara karena dendam masa mudanya.
Kala itu, "ia masih terlalu muda ketika ayah dan pamannya sekaligus terbunuh di medan perang oleh Spanyol," tulis Nathan Hewitt kepada The Collector dalam artikelnya The Battle of Zama: How Scipio Gave Rome the World, terbit 14 Desember 2023.
Ia jadi haus dalam peperangan setelah trauma masa mudanya. Ketika dia mengajukan diri untuk tampil sebagai pemimpin, pihak Romawi memberinya kesempatan untuk melihat keterampilan khusus yang dimilikinya.
Antara tahun 211 SM dan 206 SM, Scipio melancarkan kampanye pertamanya yang berhasil mengusir Kartago dari Semenanjung Iberia. Ini menjadi titik awal untuk langkah besarnya kemudian.
Dalam upaya terbesarnya, Scipio bertekad untuk melakukan invasi ke Afrika dan membangun peradaban Romawi di sana. Namun, lawan tangguh yang mereka hadapi lagi dan lagi, adalah Hannibal bersama pasukannya yang kuat.
Akhirnya, Scipio diputuskan untuk memimpin pasukan Roma. Selama tahun 205 dan 204 SM, Scipio membuat persiapan untuk invasi ke Afrika. Ia memberlakukan aturan pelatihan yang sangat ketat.
Ia mengharuskan pada seluruh prajuritnya agar menghabiskan waktu mereka untuk merakit kapal, mempersiapkan perbekalan, dan mencari sekutu. Sekutu terpenting adalah Pangeran Numidia Masinissa yang sedia mendukung dengan kavaleri penting bagi Romawi untuk invasinya.
Sementara itu, Hannibal terus membuat sedikit kemajuan di Italia, dan kekalahan serta kematian saudaranya Mago pada tahun 203 SM membuat Kartago kehilangan pemimpin militer lainnya dan sejumlah besar pasukan dan peralatan.
Scipio berlayar ke Afrika pada musim panas tahun 204 SM. Ia segera mulai menyerbu, mengepung, dan mengganggu pasukan Kartago yang terbatas di Afrika Utara. Sementara itu, Kartago mengorganisasi pasukan di bawah pimpinan jenderal Hasdrubal Gisco.
Namun, pengepungan besar yang dilakukan oleh Romawi kepada Kartago di tahun 203 SM menjadi kekalahan telak bagi Kartago. Hasdrubal mundur, dilucuti pangkatnya, dan diasingkan.
Pada saat itu, Hannibal sedang dalam invasinya di Italia. Scipio dan orang-orang Romawi mengajukan syarat-syarat kepada orang Kartago, tetapi Kartago masih punya satu pertaruhan terakhir: mereka memanggil Hannibal dari Italia.
Baca Juga: Bagaimana Hannibal Membawa Gajah Lintasi Alpen demi Menyerang Romawi?
Setelah lebih dari satu dekade di sana, Hannibal belum berhasil menaklukkan Italia, tetapi setidaknya ia memiliki pasukan sekitar 20.000 veteran yang membawa harapan terakhir Kartago untuk menang atas Scipio.
Tidak ada pihak yang siap untuk bertempur saat itu. Sekutu Romawi, Numidia malah sibuk berhadapan dengan kelompok-kelompok lawan beserta satu detasemen pasukan Romawinya, dan kapal-kapal pasokan dari Italia telah tenggelam oleh badai dalam perjalanan menuju Afrika.
Sementara itu, Hannibal harus mencapai Kartago, menilai situasi, dan mengumpulkan tentara bayaran dan rekrutan yang tersisa untuk memperkuat para veterannya. Mereka mendesak Hannibal untuk segera menemui Scipio sebelum ia dapat mencapai kota itu.
Kedua belah pihak bertemu di kota Zama, sekitar lima hari perjalanan ke arah barat Kartago. Hannibal berhasil mengumpulkan sekitar 40.000 orang—36.000 infanteri dan 4.000 kavaleri—dibandingkan dengan 30.000 infanteri dan 6.000 kavaleri milik Scipio.
Setelah mendirikan kemah, kedua komandan saling mengirim pesan dan mengatur pertemuan di tempat netral di antara posisi mereka. Hannibal dan Scipio sangat menyadari reputasi masing-masing dan tampaknya saling menghormati.
Namun, keduanya tetap mewakili bangsa mereka. Meskipun keduanya fasih berbahasa Yunani, Scipio hanya berbicara dalam bahasa Latin dan Hannibal dalam bahasa Punisia, mengandalkan penerjemah untuk menerjemahkan, selama pertemuan mereka.
Hannibal mencoba untuk menegosiasikan penyelesaian tetapi Scipio menolaknya, dan mereka mundur-maju untuk berdamai. Satu-satunya langkah untuk menyelesaikan masalah hanya dapat ditempuh dengan perang.
Hannibal membuka pertempuran dengan serangan dahsyat dari gajah-gajahnya. Binatang-binatang itu telah membantunya dengan baik di kemenangan silamnya atas Romawi, tetapi dalam Pertempuran Zama ini, mereka mengecewakannya.
Suara-suara mengerikan dari terompet dan teriakan pasukan membuat binatang-binatang itu ketakutan, dan para penunggangnya kehilangan kendali. Banyak dari mereka berbalik dan menyerang balik barisan Hannibal sendiri.
Beberapa gajah yang tidak takut menyerbu ke barisan Romawi. Formasi Scipio yang tidak biasa berhasil dan gajah-gajah menyerbu melalui celah-celah barisannya dengan hanya menimbulkan kerusakan yang tak berarti.
Baca Juga: Misteri Gajah yang Digunakan Hannibal Barca untuk Melawan Romawi
Bangsa Romawi berhasil menakuti atau mengalahkan gajah-gajah yang tersisa, sehingga menggagalkan pertaruhan awal Hannibal dengan hanya sedikit pasukannya.
Hannibal kemudian memerintahkan dua baris pertama pasukannya untuk maju dan menghadapi pasukan Romawi di tengah kemelut perang, sementara ia tetap teguh bersama para veterannya di belakang.
Kedua pasukan yang berseberangan itu bertemu dalam bentrokan pedang dan tombak pada gilirannya. Pelatihan yang dipersiapkan Scipio ditambah dengan semangat pasukan Romawi yang unggul segera terlihat.
Barisan kedua pasukan Kartago yang masih belum menyerah melihat situasi yang tidak ada harapan, dan barisan mereka pun runtuh. Barisan kedua pasukan Kartago melarikan diri, meninggalkan para tentara bayaran itu menghadapi nasib mereka.
Satu hal yang perlu dicermati, strategi Scipio yang cerdas adalah dengan meminta para tentara bayaran mereka mencipta pertempuran tiga arah sekaligus. Kekacauan terjadi setelah pasukan Kartago malah saling bertikai satu sama lain.
Ya, pertikaian itu terjadi ketika Hannibal, yang masih menunggu di barisan belakang bersama para veterannya segera menyambut barisan depan yang melarikan diri ke belakang dengan membunuh mereka menggunakan tombak.
"Siapa pun yang mencoba melarikan diri ke arah para veteran Hannibal akan dibunuh. Sisanya berhamburan ke sayap, berharap dapat melarikan diri ke pedesaan tanpa dibantai oleh kavaleri Romawi," terus Nathan.
Scipio memerintahkan pasukannya untuk berkumpul kembali sebelum menyerang para veteran Hannibal yang tersisa. Kengerian terlihat di Zama saat medan perang itu penuh dengan darah dan mayat, membuat pergerakan perang menjadi sulit.
Pasukan Romawi maju melewati mayat-mayat yang berjatuhan dan membentuk satu garis baru di depan pasukan Kartago yang tersisa untuk pertempuran terakhir.
Scipio menempatkan triarii dan principes di tengah untuk menghancurkan para veteran Hannibal sementara hastati menjaga sayap. Meski terdesak, Hannibal terus berjuang bahkan setelah semangat pasukannya sendiri hampir hancur.
Alhasil, sebagian besar pasukan Hannibal berhasil dibantai dalam pertempuran di Zama dan sebagian laginya ditawan oleh pasukan Romawi yang membawa kemenangan di bawah kepemimpian Scipio.
Pertempuran Zama menandai berakhirnya kemampuan Kartago untuk melawan Romawi dan mengakhiri harapan Kartago untuk menyaingi Romawi. Persyaratan perdamaian yang dipaksakan Roma kepada mereka sangat keras.
Kartago dilucuti dari semua wilayahnya di luar Afrika, seperti Spanyol. Armada perangnya yang berharga dibatasi hanya sepuluh kapal, dibelenggu dengan pembayaran ganti rugi selama 50 tahun berikutnya, dan tidak diizinkan untuk berperang tanpa persetujuan Romawi.
Scipio yang sejak awal diragukan, telah berhasil dengan gilang gemilang dalam invasinya ke Afrika. Pertempuran Zama melambungkan nama Scipio ke puncak ketenaran dan memberinya gelar agnomen 'Africanus'.