Riset Bioprospeksi: Lendir Keong Darat Indonesia untuk Bahan Kosmetik

By Utomo Priyambodo, Kamis, 24 Oktober 2024 | 10:00 WIB
Lendir keong darat yang hidup di Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber daya untuk pembuatan produk kosmetik. (Muhammad.khadafy/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang melakukan riset bioprospeksi lendir keong darat yang hidup di Indonesia. Lendir keong darat di Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber daya untuk pembuatan produk kosmetik.

Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Pamungkas Rizki Ferdian, menjelaskan bahwa bioprospeksi adalah kegiatan pencarian sumber daya hayati, baik hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme, untuk tujuan komersial.

Kegiatan ini sangat penting untuk mendukung perekonomian masyarakat, terutama di sektor kosmetika, yang saat ini mengalami peningkatan permintaan global, terhadap unutk produk komestik berbasis bahan alami.

“Riset berkelanjutan penting untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya hayati Indonesia," kata Pamungkas, pada Webinar Applied Zoology Summer School #8, awal Oktober ini, seperti diberitakan laman BRIN.

Lendir keong darat yang sudah dikomersialisasikan diklaim mengandung berbagai senyawa aktif, seperti allantoin, asam glikolat, dan antibakteri alami, yang dapat memberikan manfaat signifikan bagi kecantikan dan kesehatan kulit.

Produk-produk kosmetik berbahan dasar lendir keong darat, seperti masker wajah, serum, dan pelembab, sudah diproduksi di beberapa negara. Salah satunya adalah di Korea Selatan, dan produk mereka mendapatkan respon pasar yang baik.

Menurut Pamungkas, penelitian terkait keong darat di Indonesia masih terbatas. Padahal, negara ini memiliki kekayaan biodiversitas luar biasa, termasuk keong darat yang berpotensi menjadi komoditas bernilai tinggi.

Beberapa jenis keong darat di Indonesia, seperti yang ditemukan di pegunungan Menoreh, Yogyakarta, menunjukkan potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Di antaranya spesies Hemiplecta humphreysiana dan Amphydromus palaceus.

Pamungkan menjelaskan proses bioprospeksi terdiri atas beberapa fase penting, antara lain pengumpulan sampel di lokasi, perbanyakan organisme serta isolasi dan karakterisasi senyawa spesifik, skrining untuk tujuan khusus, dan pengembangan produk dan komersialisasi.

“Sasaran bioprospkesi sendiri terdiri atas sumber daya genetik, senyawa bahan alam, serta struktur dan desain dari alam,” papar Pamungkas.

“Lendir H. humphreysiana teridentifikasi mengandung 32 senyawa dari dua jenis pelarut (methanol dan dichloromethane), 19 senyawa terduga, dan 13 senyawa terkonfirmasi,” jelasnya.

Baca Juga: Lima Jenis Keong Darat Indonesia Ini Berpotensi sebagai Obat Herbal

Riset bioprospeksi menggunakan sumber daya hayati sebagai aset dan keistimewaan perlu diungkap manfaatnya sehingga memiliki nilai ekonomi.

Pamungkas menegaskan, eksploitasi sumber daya alam jika tanpa konsep berkelanjutan dapat mengakibatkan kepunahan spesies dan kerusakan ekosistem.

Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan teknologi yang memungkinkan pembiakan dan produksi senyawa aktif dari keong darat, tanpa merusak populasi di alam liar.

Budi Daya Ex Situ

Salah satu strategi yang bisa diterapkan untuk pemanfaatn keong darat secara keberlanjutan adalah dengan memperbanyak keong darat melalui budi daya ex situ di laboratorium atau tempat pembiakan khusus. Dengan cara ini, produksi lendir keong darat bisa dilakukan secara berkelanjutan tanpa merusak habitat alaminya.

“Saya menyarankan agar riset bioprospeksi diiringi dengan riset budi daya, meliputi kajian pakan dan reproduksinya. Sehingga, pemanfaatannya di masa mendatang dapat meminimalkan pengambilan dari alam dan risiko kepunahan spesies menjadi rendah,” ucap Pamungkas.

Pamungkan mengklaim timnya melakukan riset bioprospeksi lendir keong darat dengan pendekatan berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu adanya kajian ekologi, perilaku makan dan reproduksi; studi metabolomik, genomik, dan transkriptomik; pengujian bioaktivitas sebagai sediaan kosmesetikal; dan pengembangan berbagai produk turunannya.

“Prinsip berkelanjutan sangat penting supaya pengambilan sumber daya hayati dari alam dapat diminimalkan,” tambahnya.

Pamungkas juga menyebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik secara in vitro maupun in vivo, untuk membuktikan daya inhibisi dari senyawa bioaktif lendir H. humphreysiana terhadap enzim tyrosinase dan elastase. Hal ini untuk mengungkap peran lendir tersebut sebagai agen pencerah kulit dan antikerut dapat terungkap.

Tantangan Riset

Riset bioprospeksi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan dukungan ilmiah dan tenaga ahli di bidang ini.

Selain itu, riset yang dilakukan sering kali berjalan lambat karena kurangnya dana dan fasilitas yang memadai. Hal ini menyebabkan nilai komersial menjadi rendah sehingga belum berdampak pada perekonomian masyarakat.

Namun demikian, di pasaran sudah ada berbagai produk kosmetik seperti masker wajah, serum, krim, losion, pelembab dengan berbagai klaim seperti antiacne, antiinflamsi, melembapkan dan mengencangkan kulit, antikerut, pencerah wajah, penstimulus regenerasi sel kulit, dan lain-lain.

Harga kosmetik dari lendir keong darat cukup tinggi di pasaran, yaitu berkisar Rp334 ribu sampai Rp1.750 ribu. Bahkan untuk produk tertentu bisa mencapai Rp5 jutaan.

Pamungkas berharap, dengan kolaborasi antara lembaga riset, universitas, dan industri, Indonesia bisa mengembangkan produk-produk berbasis keong darat yang kompetitif di pasar global.

Dia menekankan kolaborasi lintas disiplin ilmu sangat penting dalam upaya ini. Sebab, bioprospeksi bukan hanya soal ilmu biologi, melainkan juga melibatkan aspek-aspek ekonomi, hukum, dan sosial.