Namun, kemarahannya tidak hanya disebabkan oleh keadaan eksternal, tetapi juga mencerminkan pergulatan batin yang lebih dalam.
Kemarahan Achilles dipicu oleh rasa ketidakadilan dan pengkhianatan, serta ketakutannya akan dilupakan dan direndahkan.
Pergolakan batin ini menunjukkan kompleksitas karakter Achilles dan negosiasi berkelanjutannya antara takdir dan kehendak bebas.
Kematian Patroclus
Patroclus bukan hanya teman terkasih Achilles, melainkan juga sahabat yang paling dipercayainya. Saat Achilles absen dari medan perang karena perselisihannya dengan Agamemnon, Patroclus mengenakan baju zirah Achilles dan memimpin pasukan Myrmidon ke medan perang untuk membantu pasukan Yunani yang sedang terdesak.
Keputusan ini menunjukkan kesetiaan dan komitmen Patroclus kepada sahabatnya. Patroclus, dengan memakai baju zirah Achilles, bertarung satu lawan satu dengan Hector di luar tembok Troya.
Meskipun awalnya ia berhasil mengusir pasukan Troya, akhirnya Patroclus dikalahkan oleh Hector dan tewas.
Para dewa memainkan peran penting dalam menentukan hasil duel antara Patroclus dan Hector. Apollo, dewa ramalan dan panahan, turun tangan untuk membantu Hector, melemahkan Patroclus dan memungkinkan Hector untuk memberikan pukulan mematikan.
Intervensi ilahi ini menambah elemen kepastian pada kematian Patroclus, karena para dewa mengatur urusan manusia sesuai keinginan mereka sendiri.
Setelah mengetahui kematian Patroclus di tangan Hector, Achilles diliputi oleh duka dan kemarahan. Kehilangan sahabat terdekatnya memicu luapan emosi dalam diri Achilles, yang membuatnya ingin membalas dendam pada Hector dan pasukan Troya.
Peristiwa ini menjadi titik balik dalam Perang Troya, memotivasi Achilles untuk kembali bertempur dan balas dendam pada Hector.
Baca Juga: 6 Konsep Cinta dalam Mitologi Yunani: Philia Hingga Philautia