Ketika Alexander Agung pertama kali berkuasa, ia bertekad untuk memimpin perang besar-besaran melawan Persia. Ia berhasil. Pada tahun 330 SM sang penakluk muda itu menyerbu Persia dan menaklukkan ibu kotanya, Persepolis.
Apakah Alexander Agung bermaksud menghancurkan kota tersebut atau tidak masih menjadi bahan perdebatan hingga kini. Namun, yang kita ketahui adalah, tak lama setelah Alexander Agung menaklukkan Persepolis, kota itu terbakar habis. Sebagian besar kota beserta harta bendanya hancur.
Setelah merebut kota itu, Alexander Agung pada dasarnya memerintahkan anak buahnya untuk bertindak liar dan bersenang-senang. Mereka jauh dari rumah dan telah bertempur hampir tanpa henti selama beberapa tahun. Beberapa sejarawan percaya bahwa selama pesta mabuk-mabukan itu, terjadi kebakaran dan menghancurkan Persepolis.
Beberapa sejarawan lain percaya bahwa kebakaran itu sengaja dilakukan oleh Alexander atau pasukannya. “Pembakaran dianggap sebagai balas dendam atas pembakaran Athena,” ungkap Mitchell lagi. Namun, hanya ada sedikit bukti untuk teori ini dan kemungkinan besar kebakaran itu terjadi secara tidak sengaja.
Apa pun penyebabnya, kehancuran Persepolis merupakan pukulan telak bagi budaya dan sejarah Persia. Banyak bangunan dan harta benda kota itu hilang, termasuk kompleks istana dan patung-patungnya yang megah.
Untungnya, karena sifat konstruksinya, beberapa bagian kota kuno itu selamat. Sisa-sisa Persepolis masih menjadi objek wisata populer hingga saat ini.
Patung Buddha Bamiyan
Ekstremis agama memiliki reputasi hebat karena menghancurkan bagian-bagian penting dari sejarah dunia. Contoh utama dan tragis dari hal ini adalah penghancuran Buddha Bamiyan oleh Taliban pada tahun 2001.
Buddha Bamiyan adalah dua patung besar abad ke-6 yang dipahat di sisi tebing di Lembah Bamiyan di wilayah Hazarajat, Afghanistan. Patung yang terbesar tingginya 55 meter sedangkan yang lebih kecil tingginya 38 meter.
Patung-patung ini dianggap sebagai harta budaya dan agama oleh umat Buddha di seluruh dunia. Namun seiring berjalannya waktu telah diadopsi oleh penduduk wilayah tersebut saat ini yang menamainya Salsal dan Shamama. Penduduk sekitar mengaitkannya dengan kepercayaan lokal mereka.