"Teks tertua yang masih ada adalah Derveni Theogony atau Derveni Papyrus, yang ditulis pada abad ke-4. Aether disebutkan sebagai unsur yang ada di mana-mana dan bertanggung jawab atas awal mula terciptanya dunia," tulis Lockett.
Dalam Theogony Heironyman, Aether adalah putra Waktu dan digambarkan sebagai makhluk yang lembab. Theogony Rhapsodic juga menjadikan Waktu sebagai ayah Aether. Dalam kedua Theogony, Aether adalah saudara Erebus dan Chaos.
Dalam Himne Orphic untuk Aether, ia digambarkan memiliki kekuatan tak terbatas, dan berkuasa atas matahari, bulan, dan bintang. Aether dikatakan mampu menyemburkan api dan ia sendiri serupa percikan yang memulai penciptaan.
Dalam Theogony karya Hesiod, dewa Aether mengadakan pernikahan suci dengan saudarinya, dewi siang, Hemera. Pasangan ini bekerja sama erat dalam mitos-mitos awal untuk melaksanakan salah satu tugas terpenting, yaitu membuat siklus siang ke malam.
Dalam tradisi Yunani kuno, siang dan malam diyakini sebagai entitas yang terpisah dari matahari dan bulan. Orang Yunani kuno bahkan mengembangkan dewa-dewi yang terpisah untuk mewakili benda-benda langit. Matahari dipersonifikasikan oleh dewa Helios, dan bulan dipersonifikasikan oleh dewi Selene.
Adanya cahaya dianggap tidak selalu berasal dari matahari, ada cahaya biru cemerlang yang dipercaya berasal dari Aether yang suci.
Dalam mitologi Yunani kuno, malam dimulai ketika dewi Nyx, dewi malam, menarik bayangannya melintasi langit. Bayangan ini menutupi cahaya terang milik Aether, dewa atmosfer atas yang biru bercahaya, sehingga dunia menjadi gelap.
Saat pagi tiba, Hemera, dewi siang dan istri Aether, menghalau kabut gelap yang ditinggalkan oleh ibunya, Nyx. Dengan begitu, cahaya biru Aether kembali terlihat, dan siang pun tiba.