Bagaimana Polusi Cahaya Menyebabkan Masalah Kesehatan bagi Manusia?

By Sysilia Tanhati, Minggu, 17 November 2024 | 10:05 WIB
Seiring malam semakin terang, daftar masalah kesehatan yang terkait dengan pencahayaan buatan pun bertambah panjang. Mulai dari insomnia hingga kanker. (Joshua Eghelshi/Pexels)

Pencahayaan luar dan dalam ruangan semakin banyak berasal dari lampu dioda pemancar cahaya (LED). LED diperkenalkan pada awal tahun 2000-an untuk mengurangi konsumsi energi. LED memancarkan lebih banyak cahaya biru dengan panjang gelombang yang lebih pendek yang dapat membahayakan kesehatan.

“Cahaya biru memberikan efek penekanan melatonin 10 kali lebih kuat daripada cahaya merah,” kata Mario Motta, seorang ahli jantung yang pernah bertugas di Dewan Sains dan Kesehatan Masyarakat Asosiasi Medis Amerika. Kelompok tersebut yang pertama kali memberi peringatan tentang polusi cahaya lebih dari satu dekade lalu.

Dampak dari terlalu banyak cahaya di malam hari diperparah oleh kurangnya paparan sinar matahari yang cukup di siang hari. Banyak orang bekerja di kantor atau pabrik tanpa jendela.

“Ada efek kumulatif karena tidak mendapatkan dosis sinar matahari dan kegelapan yang tepat yang akan kita alami,” kata John Hanifin, seorang ahli saraf dan direktur asosiasi program Jefferson.

Komunitas minoritas khususnya berisiko, karena "bom silau" luar ruangan berdaya tinggi yang sering ditempatkan di dekat rumah, kata Travis Longcore. Longcore adalah seorang ahli ekologi perkotaan di University of California, Los Angeles. Dalam upaya untuk membendung kejahatan, lingkungan pun diberi penerangan. “Pencahayaan yang berlebihan adalah masalah keadilan lingkungan,” kata Longcore.

Bukti kuat untuk insomnia dan kanker

Tidur malam yang nyenyak adalah korban paling nyata dari cahaya yang berlebihan. Di kamar yang lebih terang, lebih sulit untuk tertidur. Sebuah studi di Tiongkok menemukan bahwa polusi cahaya kamar tidur membuat tidur lebih terfragmentasi. Hal tersebut berkontribusi pada berkurangnya waktu tidur total.

Gangguan ritme sirkadian ini juga dapat meningkatkan kadar protein C-reaktif, tanda peradangan, bersama dengan penanda peradangan lainnya. Paparan cahaya yang berlebihan juga telah dikaitkan dengan kanker yang sensitif terhadap hormon, terutama payudara, usus besar, dan prostat. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan tingkat polusi cahaya tertinggi cenderung memiliki tingkat kanker ini yang lebih tinggi.

Studi lain menemukan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah dengan lampu luar ruangan yang terang berisiko terkena leukemia.

“Penemuan leukemia ini digabungkan dengan sejumlah penelitian epidemiologi yang mengaitkan kanker dengan lingkungan cahaya luar ruangan tempat tinggal,” kata Longcore, salah satu penulis studi tersebut.

Tidak semua penelitian epidemiologi mendukung kaitan kanker, termasuk studi besar di Inggris Raya. Hal ini mungkin karena paparan orang terhadap pencahayaan luar ruangan bervariasi tergantung pada lokasi kamar tidur dan ketebalan tirai jendela.

Beberapa orang juga lebih sensitif terhadap polusi cahaya daripada yang lain. Studi menemukan bahwa ketika peserta terpapar tingkat cahaya yang mirip dengan yang ada di rumah modern, melatonin turun rata-rata 50 persen. Namun individu menunjukkan perbedaan sensitivitas lebih dari 50 kali lipat.