Kesal dengan tindakan warga Ephesus, ia tanpa ragu mengkritik mereka. Rasa tidak sukanya terhadap masyarakat tampak jelas dalam tulisan-tulisannya yang masih ada, di mana ia mengecam moral politik bangsa Ionia.
Sebagai bangsawan, Heraclitus menentang baik demokrasi maupun tirani. Ia kemungkinan memainkan peran aktif dalam pergulatan politik di kampung halamannya.
Secara alami, ia berpihak pada kaum aristokrat dan menolak prinsip kesetaraan. Hal itulah yang membuatnya dikenal sebagai filsuf yang menentang demokrasi pada zaman Yunani kuno.
Ia pernah menulis, “Satu orang saja bagi saya setara dengan sepuluh ribu, jika dia luar biasa.”
Kegiatan politiknya tampaknya dimulai sekitar 510–500 SM, menjelang Pemberontakan Ionia. Pemerintahan pro-Persia dari para tiran Ephesus, Aristagoras dan Komas, tiba-tiba berakhir, dan demokrasi muncul.
Heraclitus berupaya mencegah terjadinya perubahan ekstrem di tanah kelahirannya, seperti yang terjadi di kota-kota Ionia lainnya.
Ia menganggap sahabatnya, Hermodorus, sebagai orang yang paling layak memimpin republik yang baru didirikan, namun kota Ephesus malah mengasingkannya.
Setelah itu, Heraclitus memutuskan hubungannya dengan kota dan penduduknya, menuduh mereka sebagai tiran.
Akhir Misterius Heraclitus
Setelah meninggalkan Ephesus, Heraclitus bersembunyi di pegunungan dan bertahan hidup hanya dengan makan rumput dan tumbuhan liar. Namun, akhirnya ia jatuh sakit parah.
Saat itu, Ephesus sedang dilanda penyakit edema, yang menyebabkan pembengkakan perut.
Ketika kembali ke Ephesus dalam kondisi lemah, Heraclitus menyalahkan para tabib yang menurutnya tidak memahami filsafat, dan ia mencoba mengobati dirinya sendiri.
Menyadari bahwa hidupnya mungkin akan segera berakhir, ia mencoba merawat dirinya dengan keyakinan akan "api abadi". Sebuah konsep termodinamika yang ia yakini.
Heraclitus meletakkan bantalan hangat di perutnya yang bengkak, berharap bisa menjaga "api" dalam tubuhnya.
Saat orang-orang menemukannya meninggal di pegunungan (atau di sebuah kandang sapi, menurut versi lain), mereka mengatakan ia telah membalut tubuhnya dengan kotoran untuk menjaga kehangatan.
Ada yang mengklaim tubuhnya dimangsa hewan liar, sementara yang lain berpendapat bahwa seseorang menguburnya di pasir.
Heraclitus mengakhiri hidupnya dengan cara yang misterius, selaras dengan kehidupannya yang penuh teka-teki sebagai seorang filsuf pada zaman Yunani kuno.