Benang Merah Sejarah Naturalisasi Timnas, Maluku, dan Belanda

By Galih Pranata, Senin, 18 November 2024 | 14:00 WIB
Penduduk dari Maluku Selatan tiba di Rotterdam pada tahun 1951. Sebanyak empat ribu penduduk Maluku Selatan diangkut ke Belanda. (Wikimedia Commons)

Pada tanggal 3 Maret 1975, dua pemuda Maluku Selatan ditangkap polisi dengan mobil penuh senjata. Mereka berencana menabrak kaki Istana Soestdijk dengan truk sewaan lalu menyandera Ratu Juliana.

Pasca penangkapan warga Maluku Selatan sebelum meluncurkan tindakannya, situasi penyanderaan sang ratu dapat dicegah.

Pada tanggal 2 Desember 1975, tujuh pemuda Maluku Selatan kembali berulah. Mereka membajak kereta lambat antara Groningen dan Zwolle dekat desa Wijster di Drenthe. Sang masinis, Hans Braam langsung ditembak mati.

Pada saat yang sama, Konsulat Indonesia di Amsterdam sedang ditempati. Tuntutan mereka untuk melibatkan Indonesia dalam konflik Maluku dipenuhi. Di Wijster, beberapa sandera yang dibebaskan menerima surat berisi tuntutan para pembajak.

Mereka meminta bus wisata. Mereka juga menuntut agar pesawat disiapkan di Schiphol. Jika permintaan ini tidak dipenuhi dalam waktu dua jam, para sandera menembak mati tentara Leo Bulter.

Dua hari kemudian, seorang ekonom muda, Bert Bierling terbunuh. Jenazah para korban dilempar dari kereta dan didiamkan selama beberapa hari sebelum para sandera mengizinkan mereka untuk dipindahkan.

Kain kanvas dengan potret seluruh generasi pertama masyarakat Maluku yang datang untuk tinggal di Moordrecht pada tahun 1960an. (KITLV)

Sementara itu, pemerintah Belanda tidak berdaya. Menteri Kehakiman Van Agt tidak menerima dukungan atas rencana militernya. Pemerintah Belanda berusaha untuk menunda negosiasi sebanyak mungkin agar tidak melibat banyak korban.

Pada tahun 1976, setelah sejumlah teror berhasil diredam, para penyandera dijatuhi hukuman empat belas tahun penjara.

Pada tanggal 23 Mei 1977 pukul 9 pagi, perjalanan antarkota dari Assen ke Groningen dibajak oleh sembilan pemuda Maluku Selatan di dekat desa De Punt di Drenthe. Pihak Maluku segera melepaskan sopir, kondektur, dan 40 pemudik.

45 pelancong lainnya disandera. Pada saat yang sama, 105 anak dan lima guru disandera di sebuah sekolah dasar di Bovensmilde. Kali ini para penyandera menuntut agar pemerintah Belanda berkomitmen pada Republik Maluku Selatan yang merdeka.

Mereka juga menuntut pembebasan 21 tahanan asal Maluku Selatan. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi sebelum tanggal 25 Mei pukul 14.00, mereka akan meledakkan kereta dan sekolah.