Nationalgeographic.co.id—Keberadaan kawah merupakan salah satu pertanda adanya sumber panas bumi di bawahnya. Kawah Ulumbu, contohnya. Kini ada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu yang beroperasi di dekat kawah tersebut. Kawah Ulumbu dan PLTP Ulumbu yang berkapasitas 10 MW itu berlokasi di Desa Wewo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Ada legenda unik mengenai asal-usul kawah panas tersebut. Menurut cerita rakyat, dahulu Ulumbu adalah sebuah kampung yang dihuni ratusan orang. Suatu hari, hampir semua warganya meninggalkan kampung untuk menanami kebun baru. Hanya tersisa seorang perempuan tua buta, seorang perempuan tua lumpuh, dan seekor anjing piaran.
Saat hendak menanak nasi menggunakan kayu bakar, si buta tak punya api. Ia meminta api kepada tetangganya, si lumpuh. Si lumpuh punya api, tetapi tak bisa mengantarkannya. Ide unik muncul di kepala si lumpuh. Dia mengikatkan puntung api pada ekor anjing. Selanjutnya si buta memanggil anjing itu. Anjing pun datang berlari-lari, dengan api menyala-nyala pada ekornya.
Tindakan kejam manusia terhadap makhluk hidup lainnya itu mendatangkan murka alam. Penguasa alam datang dan mendekati si buta yang sedang menanak nasi. Ia melontarkan satu pertanyaan tentang hasil tanakan yang diinginkan: mbelek (lunak) atau kar (keras)?
Si buta menjawab mbelek dan jawaban itulah yang membuat Ulumbu menjadi lunak berlumpur mendidih seperti tanakan nasi matang yang kebanyakan air. Bersamaan dengan itu, kampung pun lenyap seketika. Rumah-rumah warga berubah jadi bebatuan panas nan gersang.
Meski legenda itu tragis, sisa panas dari kawasan Ulumbu berbuah berkah bagi warga sekitar. Warga Desa Wewo, misalnya, telah memanfaatkan listrik dari energi panas bumi Ulumbu selama lebih dari 12 tahun, sejak PLTP Ulumbu beroperasi.
Kini, banyak warga di Wewo tak perlu lagi menanak nasi menggunakan kayu bakar seperti si buta di Kampung Ulumbu. Dengan adanya listrik stabil dari PLTP Ulumbu, warga bisa menggunakan alat penanak nasi elektronik.
Irenelis Nurti, seorang ibu rumah tangga di Wewo, misalnya, telah terbiasa memanfaatkan aliran listrik stabil di rumahnya untuk penggunaan kulkas, teko listrik, setrika, dispenser, seta lampu, selain juga penanak nasi elektronik.
“Enak pakai beginian,” katanya saat dijumpai di rumahnya akhir September lalu. “Tinggal pencet, nasi bisa matang dalam 15 menit.” Minim risiko kebakaran, tak ada asap polusi dari kayu bakar.
Baca Juga: Mengapa Energi Panas Bumi di Flores Ramah Lingkungan dan Perlu Dimanfaatkan?