Nationalgeographic.co.id—Menjelang Natal, Anda melihat dekorasi yang didominasi dengan warna merah dan hijau. Warna merah dan hijau ini menjadi simbol Natal. Bagaimana asal-usulnya?
Ada lingkaran Natal yang berwarna hijau, serta pakaian Sinterklas yang berwarna merah. Kedua warna ini sudah menjadi tradisi yang menambah keceriaan perayaan Natal. Namun bagaimana asal-usul warna merah dan hijau menjadi identik dengan Natal? Menurut Arielle Eckstut, penulis The Secret Language of Color, “Tidak ada sejarah yang pasti.”
Eckstut melakukan penelitian. Ia menemukan bahwa holly berperan dalam perayaan titik balik matahari musim dingin. Perayaan itu mendahului penyebaran Natal. Tanaman holly memiliki daun yang hijau dan buah beri merah.
Benarkah iklan turut berperan?
Terlepas dari asal-usulnya, butuh waktu berabad-abad agar hubungan antara Natal dan warna-warna tersebut menjadi sekuat saat ini. Namun, kata Eckstut, satu alasan untuk perubahan itu jelas: periklanan.
“Hal ini seperti banyak hal yang berkaitan dengan budaya dan warna, yang merupakan gabungan dari fenomena alam yang dicampur dengan kekuatan budaya lainnya,” katanya.
Lalu bagaimana kekuatan budaya berperan? Penghargaan khusus diberikan kepada iklan Coca-Cola tahun 1930-an yang menampilkan lukisan Sinterklas seperti yang kita kenal. Dalam iklan itu, Sinterklas merupakan sosok pria tua, gemuk, periang, berwajah merah dan berambut putih. Ia pun mengenakan pakaian merah. Penggambaran Sinterklas ini tidak benar-benar ada dalam kesadaran budaya kolektif sebelum iklan perusahaan minuman bersoda itu, kata Eckstut.
Iklan tahun 1930 menggunakan gambar yang jelas-jelas hanyalah seorang pria biasa dengan kostum Sinterklas, alih-alih gambar Sinterklas “asli”. Setelah itu, Archie Lee di Agensi Periklanan D'Arcy menginginkan sesuatu yang asli, menurut Justine Fletcher, direktur arsip Coca-Cola. Perusahaan tersebut menugaskan seniman Haddon Sundblom untuk melukis Sinterklas jenis baru ini pada tahun 1931.
Dengan visi Sinterklas berdasarkan citra dalam puisi “A Visit From St. Nicholas”, Sundblom menciptakan Sinterklas yang periang. Sundblom bukanlah orang pertama yang membayangkan Sinterklas seperti itu. Misalnya, kartunis politik Thomas Nast menggambar Sinterklas untuk terbitan Harper’s Weekly tahun 1862. Dan kedua gambar tersebut cukup mirip.
Namun, daya tahan iklan Coca-Cola terbukti sangat ajaib. Sundblom terus melukis iklan Sinterklas tahunan untuk merek tersebut hingga tahun 1964.
“Sinterklas yang dibuat Sundblom itu menjadi gambaran di benak orang-orang tentang seperti apa rupa Sinterklas,” kata Fletcher.
Baca Juga: Sejarah Pohon Natal: Tradisi Pagan Kuno hingga Ancaman Ekosistem
Elemen lain dari gambar tersebut juga terbukti bertahan lama: warna merah pakaian Sinterklas di samping warna hijau pohon Natal. “Saya suka mengatakan bahwa keindahan alam yang dipadukan dengan kekasaran perdaganganlah yang menciptakan Natal berwarna merah dan hijau,” kata Eckstut.
Bukanlah suatu kebetulan bahwa musim-musim memiliki kode warna. Atau bahwa ada cerita serupa di balik warna Hanukkah, putih dan biru. Penelitian Eckstut menunjukkan bahwa manusia secara biologis diprogram untuk ingin belajar dan memahami dunia melalui warna. Kita tahu kapan buah cukup matang untuk dimakan karena warnanya. Kita tahu kapan rumput menjadi terlalu kering karena warnanya. Kita tidak suka makan makanan berwarna biru, karena banyak warna biru di alam terdapat pada tanaman beracun. Jadi, kita juga mendambakan isyarat semacam ini untuk ada di masyarakat, kata Eckstut.
“Warna selalu berfungsi sebagai peta,” katanya. “Secara budaya, kita juga menginginkannya.”
Penjelasan biologis ini mungkin jadi alasan mengapa hijau dan merah membantu menjadikan Natal sebagai salah satu hari raya yang paling dikenal. Juga paling dirayakan di dunia. Kedua warna tersebut secara estetis menyenangkan. “Secara alami, mata Anda tertarik pada buah beri merah yang indah dan daun hijau,” kata Eckstut.
Melihat kembali ke Abad Pertengahan
Namun menurut Dr. Spike Bucklow, ilmuwan di Universitas Cambridge, penggunaan warna merah dan hijau berawal dari gereja-gereja Abad Pertengahan. Gereja-gereja itu kemudian menginspirasi penggunaan warna lain yang terkait di Inggris, yang akhirnya diwariskan kepada kita.
Bucklow menemukan bahwa penggunaan warna merah dan hijau untuk melukis tokoh-tokoh Alkitab sangat umum pada layar kayu. “Layar kayu itu memisahkan bagian tengah dari tempat suci di gereja-gereja tersebut,” tulis Adriana Bello di laman Aleteia.
Namun, alasan pemilihan warna ini belum diketahui secara pasti. Di satu sisi, Bucklow mengatakan bahwa hal itu bisa jadi karena warna-warna tersebut mudah didapat. Di sisi lain, bisa juga karena warna-warna tersebut memiliki makna simbolis yang dikenal pada saat itu. “Mungkin terkait dengan gagasan pemisahan atau batas. Pasalnya layar-layar tersebut digunakan untuk memisahkan area di sekitar altar dari jemaat,” tambah Bucklow. Hal ini bisa jadi diambil sebagai referensi untuk menggunakan warna yang sama untuk Natal, yang menandai pemisahan antara tahun lama dan tahun baru.
Ada juga teori lain yang diajukan beberapa ahli, yang juga mengaitkan penggunaan warna hijau dan merah dengan Abad Pertengahan. Teori tersebut mengaitkannya dengan karya teater keagamaan yang diselenggarakan bagi mereka yang tidak dapat membaca Alkitab. Pertunjukan itu diselenggarakan selama perayaan akhir tahun publik.
Salah satu lakon paling terkenal yang dipentaskan selama perayaan ini adalah lakon yang menggambarkan Adam dan Hawa. Mereka menggunakan pohon cemara (karena musim, pohon lain tidak berdaun) dan apel merah untuk mendramatisasi kisah Alkitab tentang dosa asal.
Saturnalia dalam budaya Romawi kuno
Beberapa peneliti menelusuri lebih jauh ke belakang. Mereka mengatakan bahwa asal mula penggunaan warna-warna musiman ini ditemukan dalam Saturnalia Romawi. Saturnalia adalah perayaan pagan yang berasal dari berabad-abad sebelum Masehi dan terus dirayakan setiap tahun.
Selama perayaan untuk menghormati dewa Saturnus ini, yang dirayakan pada tanggal 17-25 Desember, daun holly digunakan sebagai hiasan.
Pakar lain menelusuri asal warna-warna tersebut hingga ke bangsa Celtic kuno. Bangsa ini juga menggunakan holly untuk merayakan titik balik matahari musim dingin. Holly adalah pohon hijau abadi yang menghasilkan buah beri merah dan tetap berwarna-warni dan indah selama musim dingin.
Seiring berjalannya waktu, agama Kristen memberikan makna tersendiri pada tradisi-tradisi yang sudah ada sebelumnya. Hijau dikaitkan dengan Tuhan dan kehidupan kekal (seperti holly hijau abadi yang tidak pernah mati) dan merah (seperti buah beri holly) dengan Darah Kristus yang ditumpahkan untuk membersihkan dosa-dosa kita.
Seperti yang Anda lihat, sayangnya kita belum menemukan satu jawaban pasti mengenai asal-usul penggunaan kedua warna ini. Namun, kita masih dapat menyimpulkan bahwa hampir semua penjelasan ini memiliki satu kesamaan: asal usul warna-warna ini berakar pada alam, yang diciptakan oleh Tuhan.