Klaim 80% Keanekargamaan Hayati Dilindungi Masyarakat Adat Keliru?

By Ade S, Kamis, 9 Januari 2025 | 10:03 WIB
Ilustrasi. Masyarakat adat memang berperan penting dalam konservasi, tapi benarkah 80% keanekaragaman hayati berada di tangan mereka? Mari bedah klaim ini. (Quang Bảo Tạ/Pixabay)

Nationalgeographic.co.idSebuah klaim yang telah beredar luas selama bertahun-tahun, yakni bahwa 80% keanekaragaman hayati dunia berada di bawah perlindungan masyarakat adat, ternyata tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

Klaim ini telah muncul dalam berbagai konteks, mulai dari negosiasi tingkat tinggi di PBB hingga spanduk demonstrasi dan bahkan dalam makalah ilmiah yang telah ditinjau oleh para ahli. Bahkan sutradara terkenal, James Cameron, turut mengutip klaim ini saat mempromosikan filmnya, Avatar.

Namun, setelah diteliti lebih mendalam oleh para ilmuwan, klaim ini terungkap sebagai sebuah "statistik tanpa dasar". Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada bulan September 2024 menyimpulkan bahwa tidak ada data empiris yang mendukung angka 80% tersebut.

Studi tersebut menyatakan bahwa masyarakat adat memang memainkan "peran penting" dalam melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi klaim 80% tersebut "salah" dan berisiko merusak kredibilitas mereka.

Konsep keanekaragaman hayati sulit diukur akurat

Studi yang melibatkan 13 penulis, termasuk tiga ilmuwan dari komunitas adat, membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk diselesaikan. Hasil penelitian ini memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana sebuah klaim yang tidak berdasar bisa begitu mudah diterima dan tersebar luas?

Álvaro Fernández-Llamazares, seorang etnobiolog dari Universitat Autònoma de Barcelona dan salah satu penulis studi tersebut, mengungkapkan keheranannya.

"Klaim ini telah dikutip dalam lebih dari 180 publikasi ilmiah, termasuk dalam laporan kebijakan dan berita dari berbagai media terkemuka," ujarnya, seperti dilansir laman The Guardian.

Ia menekankan bahwa para peneliti tidak bermaksud menyalahkan pihak-pihak yang telah mengutip klaim tersebut, melainkan ingin memahami bagaimana sebuah angka yang tidak akurat bisa bertahan begitu lama tanpa adanya tantangan yang berarti.

Untuk menyelidiki asal-usul klaim 80%, para ilmuwan melakukan penelusuran yang ekstensif terhadap literatur ilmiah selama beberapa dekade. Namun, mereka tidak menemukan data kuantitatif yang mendukung angka tersebut.

Sebaliknya, klaim ini tampaknya berasal dari laporan-laporan yang diterbitkan oleh PBB dan Bank Dunia pada awal tahun 2000-an. Laporan-laporan ini kemudian mengutip sebuah artikel ensiklopedia tentang wilayah ekologi yang dihuni oleh masyarakat adat, serta sebuah studi kasus yang terbatas pada beberapa suku adat di Filipina.

Baca Juga: Narasi Sakral Masyarakat Adat, Penjaga Harapan di Tengah Kegelapan