Bagaimana Keserakahan Manusia pada Minyak Kelapa Sawit Merusak Hutan?

By Sysilia Tanhati, Rabu, 15 Januari 2025 | 16:00 WIB
Bagaimana keserakahan kita terhadap minyak kelapa sawit menghancurkan hutan hujan tropis dan habitat spesies?
Bagaimana keserakahan kita terhadap minyak kelapa sawit menghancurkan hutan hujan tropis dan habitat spesies? (Uwe Aranas/CC BY-SA 3.0)

Minyak kelapa sawit digunakan untuk banyak hal

Minyak kelapa sawit ada dalam segala hal. Mulai dari cokelat hingga roti, mi instan hingga sampo dan berbagai produk kosmetik. Secara global, setiap orang mengonsumsi rata-rata 8 kilogram minyak kelapa sawit setiap tahun. Dan hampir 50 persen dari produk penting dalam kehidupan kita sehari-hari mengandung minyak kelapa sawit.

Minyak sawit murah dan ada di mana-mana. Minyak ini digunakan dalam ribuan produk sehari-hari. Minyak sawit juga merupakan minyak sayur yang paling banyak dikonsumsi di planet ini. Namun, penggunaan minyak sawit menjadi kontroversi. Hal ini karena sebagian besar hutan hujan ditebang atau dibakar untuk membuka jalan bagi perkebunan kelapa sawit.

Tidak ramah lingkungan

Perkebunan pohon kelapa sawit menggantikan sebagian besar hutan hujan, terutama di negara-negara Asia Tenggara. Kerusakan lingkungan serupa pun terlihat di beberapa negara Afrika barat dan tengah. Perkebunan kelapa sawit merampas habitat alami tanaman dan hewan asli.

“Kelapa sawit kini meliputi 11 persen wilayah Sumatera di Indonesia,” ujar Mohanty. Di tempat-tempat seperti Sumatera, pertumbuhan industri ini juga mendorong beberapa spesies satwa liar hutan hujan ke ambang kepunahan.

Di Indonesia dan Malaysia, banyak hewan liar yang terancam punah kehilangan tempat tinggalnya untuk memberi ruang bagi kelapa sawit. Ada gajah, harimau, bekantan, dan badak Sumatera.

Malaysia dan Indonesia merupakan satu-satunya rumah bagi sekitar 80.000 orang utan yang terancam punah dan habitat mereka terus-menerus terancam deforestasi akibat perkebunan kelapa sawit.

Hampir 50 persen dari hilangnya hutan alam berada di luar lahan yang diperuntukkan bagi penebangan atau produksi komersial. Hal ini diungkap oleh lembaga nirlaba Forest Watch Indonesia.

Hilangnya hutan hujan membatasi kemampuan untuk menyerap sejumlah besar karbon. Hal ini pada akhirnya menghancurkan habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Petak-petak hutan yang luas dibakar untuk produksi minyak sawit karena ini adalah cara termurah. Para ahli mengatakan hal ini semakin memperburuk situasi. Penebangan pohon secara besar-besaran sering kali melepaskan sejumlah besar karbon ke atmosfer melalui asap.

Emisi karbon dioksida bersih dari perubahan penggunaan lahan akibat perkebunan kelapa sawit meningkat dari 92 menjadi 1.984 teragram karbon dioksida per tahun di Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini, antara tahun 1990 dan 2010, sebuah studi yang ditinjau sejawat tentang deforestasi kelapa sawit mengungkapkan. Selama periode ini, diperkirakan sekitar 9,6 juta ha lahan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit industri.