Kembalinya ke Jawa juga telah menandai seorang Junghuhn yang baru: sebagai seorang naturalis kelas dunia. Ia bahkan mendapatkan beberapa penghargaan dan tergabung dalam anggota sejumlah lembaga ilmiah internasional.
Dalam kesempatan keduanya di Jawa ini, Junghuhn mendapat tugas untuk mengelola perkebunan cinchona atau kina. Ia berupaya memindah perkebunan cinchona ke daerah pegunungan yang lebih tinggi dan menyuruh menanam semaian-semaian di dalam keteduhan hutan.
Pada saat itu, upayanya belum berhasil. Barulah, proyek perkebunan cinchona baru menjadi sukses beberapa tahun sesudah Junghuhn meninggal. Bahkan, sepatutnya ia dianggap perintis perkebunan cinchona di Pulau Jawa.
Pada akhir tahun 1861, Franz Wilhelm Junghuhn terkena infeksi penyakit hati dan sejak waktu itu penyakitnya tidak dapat disembuhkan lagi. Ia wafat pada tanggal 24 April 1864 dalam usia 54 tahun di rumahnya di Lembang.
Makamnya terdapat di kaki Gunung Tangkuban Perahu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dalam sebuah taman yang ditumbuhi Cinchona succirubra maupun C. ledgeriana.