Melestarikan sumber daya air untuk anak cucu
Di wilayah Nusa Tenggara Timur yang kering, air menjadi persoalan serius. Setidaknya ada enam mata air di wilayah Terong yang debit airnya mulai berkurang. Salah satunya mata air di Wae Wetu, yang menjadi sumber air utama.
“Mata air ini menghidupi enam kampung atau lebih dari 700 kepala keluarga di wilayah desa dan sekitarnya,” tutur Theodirikus Atong, Kepala Desa Terong.
Sebelum penanaman bibit bambu, tokoh adat atau tua gendang memberikan penghormatan kepada leluhur agar merestui dan turut menjaga tanaman.
Menanam bambu menjadi pilihan dalam mengatisipasi kondisi bumi yang makin tak nyaman akibat perubahan iklim. Apalagi, dampaknya sudah terasa.
“Ketersediaan air semakin menipis. Harapannya, dengan meningkatnya vegetasi bambu, debit air di Wae Wetu meningkat,” tambah Atong.
Gerakan konservasi mata air akan terus dilakukan di wilayah Paroki Narang. Sebelumnya, penanaman serupa dilakukan bersama siswa sekolah di mata air Wae Ketang, yang menghidupi sekitar 1.000 jiwa.
Selanjutnya, penanaman akan dilakukan di mata air Wai Waning. Lalu penanaman dilanjutkan ke Wae Cober sumber air bagi 300 jiwa dan mengairi sawah seluas 25 hektare.
Pastor Paroki Narang, RD Stephanus Sawu, mengatakan bahwa manusia wajib melestarikan mata air sebagai wujud pemberian dari Tuhan dan merawatnya sebagai saudara.
Dia menegaskan di hari penanaman yang bertepatan dengan Hari Kasih Sayang itu, "Perlu tindakan nyata untuk semua orang, bahkan untuk anak cucu dan alam semesta. Konservasi mata air Wae Wetu menjadi tanda kasih sayang yang abadi."