Nationalgeographic.co.id—Ekosistem padang lamun, sebagai salah satu keajaiban alam bawah laut, memegang peranan krusial sebagai penyerap karbon alami yang sangat efisien, membantu mengurangi dampak perubahan iklim global.
Selain itu, ekosistem ini juga menjadi rumah bagi beragam spesies biota laut, berkontribusi pada keanekaragaman hayati yang penting bagi keseimbangan ekosistem laut secara keseluruhan.
Menyadari betapa pentingnya ekosistem padang lamun ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjalin kerja sama yang erat dengan dua lembaga internasional yang memiliki keahlian di bidang ini, yaitu International Blue Carbon Institute (IBCI) yang berbasis di Singapura, serta Konservasi Indonesia (KI).
Kemitraan strategis ini bertujuan untuk melaksanakan serangkaian program konservasi dan restorasi padang lamun yang komprehensif.
Sebagai langkah awal yang menandai dimulainya kolaborasi ini, tim dari International Blue Carbon Institute (IBCI) Singapura dan Konservasi Indonesia (KI) melakukan kunjungan kerja ke Kantor BRIN yang terletak di Kawasan Sains Aprilani Soegiarto Ancol, Jakarta, pada hari Kamis, tanggal 22 Januari.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi (PPO) BRIN, Udhi Eko Hernawan, menyampaikan harapan besar terhadap dampak positif yang akan dihasilkan dari kerja sama ini.
"Kami berharap kolaborasi ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya menjaga kelestarian ekosistem padang lamun, yang memiliki peran yang sangat penting dalam sekuestrasi karbon dioksida dari atmosfer dan mendukung keanekaragaman hayati laut," ujar Udhi, seperti dilansir di laman resmi BRIN.
Siti Maryam Yaakub, Direktur IBCI, yang berbicara atas nama IBCI dan KI, mengumumkan inisiatif pelatihan pengumpulan data yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang padang lamun di Indonesia. "Dari pelatihan ini, kami berharap akan ada peserta yang akan diminta untuk mengumpulkan data padang lamun di seluruh Indonesia," ujarnya.
Data yang terkumpul, lanjutnya, akan memperkaya dan memutakhirkan informasi yang telah ada sebelumnya, sehingga memungkinkan identifikasi potensi sekuestrasi karbon oleh padang lamun di Indonesia.
Kolaborasi ini juga akan menghasilkan platform promosi untuk acara "Nge-lamun sore-sore", sebuah media yang dirancang untuk menyatukan para pengamat dan aktivis konservasi serta restorasi padang lamun, termasuk peneliti dan pemangku kepentingan lainnya.
Baca Juga: Apa Itu 'Blue Carbon'? Benarkah Lebih 'Sakti' dari 'Green Carbon'?
KOMENTAR