Nationalgeographic.grid.id—Tahun 2024 telah mencapai titik akhir dengan sebuah catatan yang mengkhawatirkan: suhu global yang memecahkan rekor tertinggi, bahkan melampaui berbagai prediksi yang telah dibuat oleh para ilmuwan iklim.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran serius karena memunculkan indikasi bahwa pemanasan global mungkin tidak hanya berlanjut, tetapi juga mengalami percepatan yang tidak terduga.
Lebih jauh lagi, perilaku iklim planet kita tampaknya menyimpang dari proyeksi-proyeksi yang ada, menandakan kemungkinan bahwa skenario iklim yang saat ini menjadi dasar bagi tujuan dekarbonisasi global mungkin tidak lagi akurat.
Implikasinya sangat signifikan, yaitu potensi bahwa tingkat pemanasan yang lebih tinggi dan dampak sosial yang lebih berat akan terjadi lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Data dari lembaga terkemuka mengonfirmasi rekor panas
Data terbaru yang dirilis oleh badan-badan ilmiah terkemuka seperti NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), NASA (National Aeronautics and Space Administration), dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa, semuanya mengindikasikan tren yang sama.
Planet Bumi, seperti dilansir laman Axios, baru saja mengalami bulan November terpanas kedua yang pernah tercatat dalam sejarah.
Meskipun masing-masing pusat penelitian ini menggunakan metodologi yang berbeda dalam melacak suhu permukaan rata-rata global, mereka semua sepakat dalam satu hal: tahun 2024 berada pada jalur yang sangat jelas untuk menjadi tahun terpanas yang pernah dialami planet ini dalam lebih dari satu abad terakhir, sejak pencatatan suhu dengan instrumen modern dimulai.
Bahkan, jika data dari cincin pohon dan inti es disertakan, periode panas ekstrem ini mungkin merupakan yang terpanas dalam setidaknya 125.000 tahun terakhir.
Copernicus bahkan mengeluarkan pernyataan yang mengkhawatirkan bahwa tahun 2024 berpotensi berakhir dengan suhu yang mendekati 1,6°C di atas rata-rata suhu pada era pra-industri (1850-1900).
Angka ini melampaui batas target paling ambisius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris untuk pembatasan pemanasan dalam satu tahun.
Baca Juga: Sains: Benarkah Perubahan Iklim Membuat Banjir Semakin Parah?
Periode 1850-1900 sendiri digunakan sebagai garis dasar untuk mengestimasi kondisi iklim sebelum peningkatan signifikan gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas.
November yang ekstrem dan tren pemanasan global yang meluas
Menurut data yang baru-baru ini dirilis oleh Copernicus, bulan November menjadi bulan ke-16 dari 17 bulan terakhir di mana suhu permukaan rata-rata global telah melampaui target 1,5°C di atas suhu pra-industri.
Secara terpisah, NOAA menemukan bahwa pada tahun 2024, enam benua telah mencatatkan suhu terpanas sepanjang sejarah untuk tahun tersebut, dengan Asia berada di posisi kedua sebagai benua terpanas.
Selama bulan November saja, rekor mencengangkan yaitu 10,6% dari permukaan bumi mengalami suhu rata-rata bulanan tertinggi yang pernah tercatat, melampaui rekor sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2023.
Lebih lanjut, rasio antara rekor suhu hangat dan rekor suhu dingin yang tercipta secara global selama bulan November adalah sekitar 50 banding 1.
Angka ini serupa dengan November 2023 dan mencerminkan tren yang semakin umum dalam beberapa tahun terakhir, namun sangat jarang terjadi sebelum sekitar tahun 2010.
Misteri di balik lonjakan pemanasan tahun 2023 dan 2024
Pada konferensi American Geophysical Union di Washington baru-baru ini, para peneliti iklim terkemuka dunia berkumpul untuk membahas cara memahami dan menjelaskan lonjakan pemanasan yang tajam dan belum sepenuhnya dimengerti yang terjadi selama tahun 2023 dan 2024.
Mereka secara mendalam menganalisis berbagai studi yang meneliti faktor-faktor potensial seperti perubahan kekeruhan awan tingkat rendah, dampak dari tindakan pengurangan polusi yang mengubah kandungan sulfur dalam bahan bakar pelayaran laut, serta pengaruh dari peristiwa El Niño yang kuat.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencoba mengurai dan menjelaskan tren suhu yang tidak biasa ini.
Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim, Tumbuhan Kini Tak Lagi Berselera pada Karbon
Ketidakpastian ilmiah dan perlunya penelitian lebih lanjut
Dalam sesi yang diadakan pada tanggal 10 Desember 2024 yang membahas penyebab lonjakan pemanasan pada tahun 2023 dan 2024, ilmuwan iklim terkemuka dari NASA, Gavin Schmidt, mengajukan pertanyaan penting kepada peserta konferensi ilmu iklim terbesar tahun 2024.
Ia meminta para peserta untuk mengangkat tangan jika mereka setuju dengan pernyataan bahwa "Kita telah memahami anomali yang terjadi pada tahun 2023 dan 2024 dengan semua informasi yang telah dipresentasikan di sini dan di tempat lain." Hasilnya cukup mengejutkan, hanya segelintir peserta yang mengangkat tangan.
Sebaliknya, mayoritas besar peserta menunjukkan bahwa penjelasan yang memadai belum ditemukan dan penelitian lebih lanjut sangat diperlukan.
"Ada sesuatu yang perlu dijelaskan dan masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kata Schmidt, menekankan pentingnya upaya penelitian berkelanjutan untuk mengungkap misteri di balik lonjakan suhu global ini.
Meskipun hampir tidak ada keraguan bahwa tahun 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, perdebatan intensif masih terus berlangsung mengenai bagaimana dan mengapa fenomena ini terjadi, serta apa implikasinya bagi masa depan yang lebih dekat.