Tiga Perempat Penduduk Bumi 'Muak' dengan Politisi, Demokrasi Tak Lagi Menarik?

By Ade S, Kamis, 27 Maret 2025 | 19:03 WIB
Suasana rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen pada Selasa (10/9/2024). (Rahel/KOMPAS.com)

Di Hongaria, Perdana Menteri Viktor Orbán telah menempatkan loyalis di pengadilan dan media serta mengubah konstitusi. Namun, Péter Magyar, mantan anggota partainya, muncul sebagai kritikus yang populer. 

"Semakin banyak orang di Hongaria yang semakin merasakan keinginan anti-kemapanan ini," kata Péter Ember saat ia menghadiri salah satu demonstrasi Magyar baru-baru ini di Budapest.

"Kami benar-benar ingin mereformasi budaya politik yang ada ini, dari oposisi hingga partai yang berkuasa. Kami menginginkan yang baru, dan kami menginginkan orang-orang yang bekerja untuk kami."

Suasana anti-petahana global dan keberhasilan kaum populis terjadi di tengah tanda-tanda peringatan bagi kesehatan demokrasi. Survei Pew menemukan daya tarik demokrasi menurun. Freedom House mengatakan "Indeks Kebebasan" telah menurun selama 18 tahun berturut-turut.

Adrian Shahbaz dari Freedom House mengaitkan ini dengan berbagai krisis sejak tahun 2001, termasuk serangan 11 September, resesi global 2008-09, dan pandemi virus corona. Fokus pada masalah identitas seperti kebijakan transgender dan imigrasi juga menambah tekanan.

"Perpecahan utama dalam demokrasi cenderung berkisar pada masalah identitas daripada masalah ekonomi," kata Shahbaz. "Itu sendiri bisa sangat berisiko karena demokrasi bergantung pada identitas sipil yang melampaui identifikasi kesukuan."

Namun, ada juga harapan bagi demokrasi. Semangat anti-petahana juga memicu kemenangan bagi hak rakyat untuk memilih. Di Senegal pada bulan Maret, pemilih memilih presiden baru setelah petahana gagal menunda pemilu.

Di Guatemala tahun lalu, Bernardo Arévalo, seorang pejuang antikorupsi, memenangkan pemilihan presiden meskipun ada upaya untuk memblokir kemenangannya.