Mengapa Gempa Myanmar Begitu Merusak? Ilmuwan Ungkap Alasannya

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 29 Maret 2025 | 13:00 WIB
Ilustrasi gempa bumi. Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025. Ilmuwan menjelaskan mengapa gempa bumi tersebut begitu merusak.
Ilustrasi gempa bumi. Gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025. Ilmuwan menjelaskan mengapa gempa bumi tersebut begitu merusak. (Serkan Gönültaş/Pexels)

Gempa bumi mendatar terjadi ketika dua blok kerak tektonik mencoba meluncur menyamping melewati satu sama lain. Blok kerak tersebut dapat terkunci sebentar karena gesekan, kemudian terlepas, melepaskan semburan energi seismik melalui tanah.

Sesar Sagaing merupakan bagian dari batas lempeng yang kompleks dan berbahaya.

Sesar tersebut menandai tabrakan antara lempeng tektonik India, yang meliputi anak benua India dan sebagian Samudra Hindia, dan Lempeng Sunda.

Saat Lempeng India bergeser ke utara, lempeng ini bergesekan menyamping dengan Lempeng Sunda di sebelah timur. Gesekan tersebut terkadang menimbulkan gempa bumi dahsyat. Wilayah Sesar Sagaing sendiri penuh dengan bahaya seismik. Banyak gempa bumi besar telah terjadi di wilayah tersebut selama seabad terakhir. Termasuk gempa berkekuatan 7,0 pada tahun 1990 dan gempa berkekuatan 7,9 pada tahun 1912, menurut USGS.

Dari tahun 1930 hingga 1956, terjadi enam gempa bumi berkekuatan lebih dari 7 di Sesar Sagaing itu sendiri yang menewaskan ratusan orang.

Pergerakan Lempeng India ke utara juga telah menempatkannya pada jalur tabrakan dengan Lempeng Eurasia. Benturan yang sedang berlangsung itu terus mendorong pegunungan Himalaya dan Dataran Tinggi Tibet. Benturan ini juga telah menyebabkan beberapa gempa bumi paling mematikan di wilayah Himalaya. Termasuk gempa bumi Kashmir tahun 2005 yang menewaskan puluhan ribu orang.

Seberapa siap Myanmar dalam menghadapi gempa bumi?

Program Bahaya Gempa Bumi USGS, mengatakan bahwa korban jiwa dapat mencapai antara 10.000 hingga 100.000 orang. Sedangkan dampak ekonomi dapat mencapai 70% dari PDB Myanmar. Musson mengatakan perkiraan tersebut didasarkan pada data dari gempa bumi sebelumnya. Serta didasarkan pada ukuran, lokasi, dan kesiapan Myanmar secara keseluruhan terhadap gempa.

Jarangnya kejadian seismik besar di wilayah Sesar Sagaing berarti bahwa infrastruktur belum dibangun untuk menahannya. Salah satunya adalah di wilayah Mandalay yang padat penduduk. Artinya, kerusakannya bisa jauh lebih parah.

Musson mengatakan bahwa gempa besar terakhir yang melanda wilayah itu terjadi pada tahun 1956. Rumah-rumah tidak mungkin dibangun untuk menahan kekuatan seismik sekuat yang terjadi pada 28 Maret 2025.

“Sebagian besar gempa di Myanmar terjadi di wilayah barat. Sedangkan gempa ini terjadi di wilayah tengah negara,” jelas Musson.