Dampak polusi plastik paling nyata terlihat di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, di mana sistem pengelolaan sampah sering kali tidak memadai atau bahkan tidak ada sama sekali. Namun, negara-negara maju pun tidak luput dari masalah ini—terutama di negara dengan tingkat daur ulang yang rendah.
Saking meluasnya sampah plastik, isu ini telah mendorong lahirnya inisiatif global untuk merumuskan perjanjian internasional yang kini sedang dinegosiasikan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebagian besar sampah plastik yang mencemari lautan—sebagai tempat pembuangan terakhir di Bumi—berasal dari daratan. Limbah ini terbawa ke laut melalui sungai-sungai besar, yang berfungsi seperti ban berjalan, mengangkut lebih banyak sampah plastik saat mengalir ke hilir.
Setelah mencapai laut, sebagian besar sampah plastik tetap berada di perairan pesisir. Namun, begitu terbawa arus laut, sampah tersebut dapat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Di Pulau Henderson—sebuah atol tak berpenghuni di Kepulauan Pitcairn, yang terletak terpencil di antara Chili dan Selandia Baru—ilmuwan menemukan berbagai benda plastik yang berasal dari Rusia, Amerika Serikat, Eropa, Amerika Selatan, Jepang, hingga Tiongkok.
Seluruh sampah ini terbawa ke Samudra Pasifik Selatan oleh arus melingkar yang dikenal sebagai South Pacific gyre.
Plastik dalam Angka
Berikut adalah beberapa fakta penting mengenai plastik:
- Lebih dari setengah jumlah plastik yang pernah diproduksi dalam sejarah dibuat dalam dua dekade terakhir.
- Produksi plastik meningkat secara eksponensial—dari 2,3 juta ton pada tahun 1950 menjadi 448 juta ton pada tahun 2015. Angka ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.
- Setiap tahun, sekitar delapan juta ton sampah plastik bocor ke lautan dari negara-negara pesisir. Jumlah ini setara dengan menempatkan lima kantong sampah penuh di setiap satu kaki (sekitar 30 cm) garis pantai di seluruh dunia.
- Plastik umumnya mengandung bahan tambahan yang membuatnya lebih kuat, lentur, dan tahan lama. Namun, bahan-bahan tambahan ini juga memperpanjang masa hancur plastik ketika menjadi sampah. Beberapa perkiraan menyebutkan bahwa plastik membutuhkan waktu setidaknya 400 tahun untuk benar-benar terurai.
Mikroplastik — Ancaman Baru bagi Kesehatan
Begitu masuk ke laut, sampah plastik akan terurai menjadi partikel-partikel kecil akibat paparan sinar matahari, angin, dan gelombang laut.
Baca Juga: Sustainability: Inovasi Penanganan Limbah Plastik Indonesia dengan Teknologi Radiasi
Partikel-partikel kecil ini—yang dikenal sebagai mikroplastik—sering kali berukuran kurang dari lima milimeter dan kini telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Mikroplastik ditemukan mulai dari puncak Gunung Everest yang tertinggi hingga ke Palung Mariana yang merupakan titik terdalam di Bumi.