Nationalgeographic.co.id—Ketika Paus Benediktus XVI naik ke jabatan kepausan pada 19 April 2005, ia berusaha menunjukkan kesinambungan dengan pendahulunya.
Paus Benediktus XVI berusaha memulihkan unsur-unsur pakaian dan busana kepausan tradisional. Salah satu unsur tersebut adalah sepatu kepausan merah. Tradisi ini tentu memiliki pendukung dan penentang.
Sebagian orang menafsirkan sepatu merah ini hanya sebagai masalah mode atau selera pribadi. Kedua reaksi tersebut tentu saja tidak berdasar, meskipun karena alasan yang sangat berbeda.
Namun, bukan sekadar mode, tradisi sepatu kepausan merah itu memiliki sejarah di baliknya. Meski begitu, Paus Fransiskus pun menolak untuk mengikuti tradisi tersebut. Kenapa?
Tradisi yang sudah ada selama berabad-abad
Sepatu merah telah dikenakan oleh paus selama berabad-abad dan bukan penemuan Paus Benediktus XVI.
“Sebaliknya, ia dengan rendah hati mematuhi dan tunduk pada tradisi yang ditetapkan sebelumnya,” tulis Shawn Tribe di laman Liturgical Arts Journal.
Para paus memiliki versi musim panas dan musim dingin dari sepatu ini. Sepatu ini pun dimiliki dalam berbagai bentuk seperti kulit, beludru atau sutra -- secara tradisional dengan salib emas di atasnya.
“Sepatu kepausan merah Paus Benediktus XVI sendiri jelas sederhana dan 'modern',” ungkap Tribe.
Alas kaki kepausan memiliki sebutan khusus. Bangsa Romawi memberi nama mules untuk sepasang sepatu berwarna terang. Sepatu itu diwarnai dengan pewarna merah yang berasal dari ikan mullet.
Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat: Mengapa Paus Dimakamkan dalam Tiga Peti?