Tradisi Sepatu Merah Kepausan, Mengapa Paus Fransiskus Menolaknya?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 22 April 2025 | 19:00 WIB
Tradisi mengenakan sepatu merah telah diterapkan selama berabad-abad oleh paus Gereja Katolik. Namun mengapa Paus Fransiskus menentangnya?
Tradisi mengenakan sepatu merah telah diterapkan selama berabad-abad oleh paus Gereja Katolik. Namun mengapa Paus Fransiskus menentangnya? (Berengallio/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Ketika Paus Benediktus XVI naik ke jabatan kepausan pada 19 April 2005, ia berusaha menunjukkan kesinambungan dengan pendahulunya.

Paus Benediktus XVI berusaha memulihkan unsur-unsur pakaian dan busana kepausan tradisional. Salah satu unsur tersebut adalah sepatu kepausan merah. Tradisi ini tentu memiliki pendukung dan penentang.

Sebagian orang menafsirkan sepatu merah ini hanya sebagai masalah mode atau selera pribadi. Kedua reaksi tersebut tentu saja tidak berdasar, meskipun karena alasan yang sangat berbeda.

Namun, bukan sekadar mode, tradisi sepatu kepausan merah itu memiliki sejarah di baliknya. Meski begitu, Paus Fransiskus pun menolak untuk mengikuti tradisi tersebut. Kenapa?

Tradisi yang sudah ada selama berabad-abad

Sepatu merah telah dikenakan oleh paus selama berabad-abad dan bukan penemuan Paus Benediktus XVI.

“Sebaliknya, ia dengan rendah hati mematuhi dan tunduk pada tradisi yang ditetapkan sebelumnya,” tulis Shawn Tribe di laman Liturgical Arts Journal.

Para paus memiliki versi musim panas dan musim dingin dari sepatu ini. Sepatu ini pun dimiliki dalam berbagai bentuk seperti kulit, beludru atau sutra -- secara tradisional dengan salib emas di atasnya.

“Sepatu kepausan merah Paus Benediktus XVI sendiri jelas sederhana dan 'modern',” ungkap Tribe.

Paus Beneniktus XVI mengikuti tradisi dengan mengenakan sepatu merah yang sederhana dan modern.
Paus Beneniktus XVI mengikuti tradisi dengan mengenakan sepatu merah yang sederhana dan modern. (Dieter Philippi/Wikipedia)

Alas kaki kepausan memiliki sebutan khusus. Bangsa Romawi memberi nama mules untuk sepasang sepatu berwarna terang. Sepatu itu diwarnai dengan pewarna merah yang berasal dari ikan mullet.

Baca Juga: Paus Fransiskus Wafat: Mengapa Paus Dimakamkan dalam Tiga Peti?

Sepatu paus adalah sepatu bersol datar yang terbuat dari kulit maroko. Sepatu paus juga terbuat dari kain merah untuk musim dingin dan sutra untuk musim panas.

Sepatu tersebut diikat dengan tali sutra merah yang dihiasi rumbai emas. Garis emas membentang di sekeliling tepinya dan salib disulam di permukaannya. Mengapa salib? Di masa lalu, umat beriman menciumi sepatu yang berhiaskan salib itu.

Mengapa warna merah?

Sebagai aturan, paus mengganti sepatu setiap minggu pada Sabtu malam, dan setiap malam sebelum pesta. Ketika tidak bertugas, sepatu tersebut tetap berada dalam perawatan ajudan pertama.

Paus Pius IX tidak ingin mempertahankan kebiasaan yang mengganggu ini karena sepatu baru selalu tidak nyaman di kaki.

Namun, ia mempertahankan ritus seremonial untuk audiensi khidmat, konsistori, dan ketika mengadakan misa di kapel. Kalau tidak, ia menggunakan sepasang sepatu beludru merah khusus untuk musim dingin dan satin merah untuk musim panas.

Penggunaan warna merah untuk sepatu paus, secara tradisional dipahami sebagai simbol darah para martir. Warna merah juga menjadi simbol kesediaan untuk mati demi iman dan simbol sengsara Kristus. (Rhododendrites/Wikipedia)

Paus Pius IX juga mengenakan sepatu merino (wol) untuk musim pertobatan dan masa berkabung.

Sepanjang oktaf Paskah, sepatu kepausan terbuat dari damask putih agar serasi dengan busana lainnya.

Dalam hal sejarah, seperti banyak aspek lain dari busana dan pakaian Katolik, asal-usulnya terkait dengan Kekaisaran Romawi. Secara historis, pewarna warna tertentu lebih sulit diperoleh.

Penggunaannya secara alami terbatas yang dengan demikian menciptakan asosiasi simbolis dengan status sosial tertentu. Contohnya jubah ungu kaisar atau ungu yang diizinkan pada jubah senator Romawi.

Baca Juga: Konklaf, Proses Pemilihan Paus Gereja Katolik yang Telah Teruji Waktu

Dengan demikian, ada juga “ungu suci” untuk para uskup Katolik. Singkatnya, itu adalah simbol kepemimpinan -- yang merupakan ciri khas paus.

Namun mengapa warna merah yang digunakan? Penggunaan warna merah untuk sepatu paus, secara tradisional dipahami sebagai simbol darah para martir. Warna merah juga menjadi simbol kesediaan untuk mati demi iman dan simbol sengsara Kristus.

Paus Fransiskus menolak mengenakan sepatu merah, mengapa?

Dalam pertemuan pertamanya dengan pers pada 16 Maret 2013, Paus Fransiskus mengatakan kepada wartawan, “Betapa saya menginginkan gereja yang miskin dan untuk orang miskin!”

Sejak menjadi paus, ia tidak pernah berhenti mencari cara untuk mewujudkan keinginan itu. Paus Fransiskus memulainya dengan apa yang ia sebut “pertobatan kepausan.”

Ia memulainya pada malam pemilihannya di “Ruang Air Mata”. Ia menolak menerima mozzetta beludru merah berhias bulu cerpelai, salib dada emas, dan sepatu merah.

Semua itu telah disiapkan untuk paus baru. Sebaliknya, Paus Fransiskus justru mengenakan salib perak sederhana dan sepatu hitam usang.

“Hal ini mengejutkan banyak orang, dimulai dengan para kardinal yang baru saja memilihnya,” tulis Gerard O’Connell di laman American Magazine.

Mereka tidak tahu bahwa sebagai uskup di Argentina, ia berpakaian seperti pastor biasa. Ia mengenakan jas hitam tetapi tidak pernah mengenakan rantai dan salib di balik jas. Penggunaan salib di depan jas biasanya akan menunjukkan pangkat seorang uskup.

Ketika Paus Yohanes Paulus II mengangkat Jorge Mario Bergoglio (namanya sebelum menjadi Paus Fransiskus) menjadi kardinal, ia tidak membeli jubah baru. Sebaliknya, ia meminta agar pakaian pendahulunya diubah agar pas untuknya.

Paus Fransiskus kembali mengejutkan para elektor segera setelah menyapa umat di Lapangan Santo Petrus untuk pertama kalinya sebagai paus.

Baca Juga: Mengapa Pemakaman Paus Fransiskus Disebut Bakal Keluar dari Tradisi?

Ia menolak limusin yang menunggu untuk membawanya kembali ke kediamannya. Alih-alih dengan mobil mewah, ia memilih untuk ikut bersama para kardinal di dalam bus.

Keesokan pagi setelah pemilihannya, ia meminta untuk diantar ke Basilika Santa Maria Maggiore dengan mobil sederhana. Padahal, sebuah Mercedes-Benz antipeluru telah disiapkan untuknya.

Sejak saat itu, ia menggunakan mobil sederhana yang berukuran kecil. Bahkan dalam perjalanan ke luar negeri. Seperti yang kita lihat ketika ia berkunjung ke Indonesia pada September 2014.

Paus Fransiskus selalu menolak simbol status yang menggunakan kendaraan mewah. Ketika menjadi uskup agung Buenos Aires tahun 1998, ia menjual mobil besar yang digunakan pendahulunya. Ia pun mencari pekerjaan baru untuk sopirnya.

Ketika menjabat sebagai paus, ia sering mencerca para rohaniwan yang mengendarai mobil model terbaru. Paus Fransiskus bahkan mengecamnya sebagai “skandal” dan penghinaan terhadap kaum miskin.

Keputusan Paus Fransiskus yang “tidak biasa”

Segera setelah terpilih, Paus Fransiskus mengumumkan keputusannya untuk tidak tinggal di Istana Apostolik. Tidak seperti yang dilakukan biasa dilakukan oleh para pendahulunya sejak abad ke-17.

Paus Fransiskus memilih untuk tetap tinggal di Casa Santa Marta. Di Casa Santa Martha, ia tinggal memiliki 3 ruangan: ruang tamu, ruang belajar kecil, dan kamar tidur kecil.

Keputusannya mengejutkan banyak orang di Vatikan, tapi tidak bagi mereka yang tahu bahwa ia telah melakukan hal yang sama di Buenos Aires. Di Buenos Aires, terdapat kediaman resmi besar bagi uskup agung di Olivos, dekat kediaman presiden negara itu.

Namun, sebagai uskup agung, Jorge Bergoglio tidak pernah tinggal di sana, bahkan tidak untuk satu hari pun. Sebaliknya, ia tinggal di kuria keuskupan dekat katedral, di ruang belajar dan kamar tidur kecil.

Demikian pula, Paus Fransiskus tidak pernah menginap satu malam pun di kediaman musim panas kepausan di Castel Gandolfo.

Castel Gandolfo merupakan tempat sebagian besar pendahulunya berlindung dari panasnya Roma pada bulan-bulan musim panas. Tradisi itu dilakukan sejak Paus Clement VIII (1592-1605) membeli properti itu.

“Orang miskin tidak tinggal di istana,” kata Paus Fransiskus kepada seseorang yang dekat dengannya selama musim panas pertamanya di Roma.

Pada Oktober 2016, Vatikan mengumumkan keputusannya untuk membuka kediaman musim panas tersebut untuk umum. Kini orang-orang bisa mengunjungi Castel Gandolfo sepanjang tahun.

Paus Fransiskus jelas ingin para kardinal, uskup, dan pendeta menggunakan mobil kecil dan tinggal di tempat tinggal yang sederhana. Ia berusaha untuk menginspirasi mereka melalui teladan.

Tujuan tersebut pun berhasil. Sebab semakin banyak yang mengikuti jejaknya. Bagi Paus Fransiskus, ini adalah masalah koherensi dengan pesan Injil dan pilihan bagi orang miskin.

“Kekayaan gereja dimaksudkan untuk melayani orang miskin,” ia telah menyatakan beberapa kali.

Paus Fransiskus ingin mereka yang mengelola keuangan Vatikan dan gereja lokal untuk mengingat hal ini dan tidak menyalahgunakan atau menyia-nyiakannya. Ia bahkan memberikan mandat yang luas kepada pemberi sedekah kepausan untuk menggunakan sumber daya Vatikan bagi orang miskin.

Selama menjabat, ia pun meminta ordo-ordo religius untuk meninjau kembali penggunaan properti yang mereka miliki. Dalam semua ini, ia menantang para pemimpin gereja dengan cara yang besar.

 ---Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News  https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan pengetahuan yang mendalam.