Monsinyur Antonius S. Bunjamin: Paus Leo XIV 'Kembaran' Paus Fransiskus

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 11 Mei 2025 | 07:00 WIB
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. bersama potret Paus Leo XIV di Gedung KWI, Menteng, Jakarta Pusat. Terpilihnya Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV menjadi kabar suka cita bagi Gereja Katolik di penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. bersama potret Paus Leo XIV di Gedung KWI, Menteng, Jakarta Pusat. Terpilihnya Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV menjadi kabar suka cita bagi Gereja Katolik di penjuru dunia, termasuk Indonesia. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Konklaf, sidang para kardinal untuk memilih paus yang baru, telah digelar pada 7 Mei silam. Sebanyak 133 kardinal dari 135 kardinal—dua kardinal tidak hadir karena alasan kesehatan—yang mempunyai hak suara telah mengikuti sidang ini. Konklaf kali ini berjalan dengan relatif baik dan cepat.

Konklaf boleh dikata cepat karena dalam waktu 25 jam sejak Konklaf dibuka, asap putih mengepul dari cerobong pertanda sidang telah memutuskan paus yang baru. Setidaknya, inilah konklaf tercepat selama 50 tahun terakhir. 

Kardinal Robert Francis Prevost, O.S.A. terpilih sebagai pengganti Paus Fransiskus. Dia pun memilih nama "Leo XIV". Terpilihnya sosok Paus yang ke-267 ini menjadi sebuah kabar suka cita bagi Gereja Katolik di penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Monsinyur Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia mengungkapkannya dalam taklimat media. Temanya, "Terpilihnya Kardinal Prevost, O.S.A. sebagai Paus Baru Gereja Katolik, Paus Leo XIV" yang digelar di Gedung KWI Jalan Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat.

Bunjamin mengatakan bahwa selama masa duka para kardinal menggelar pertemuan-pertemuan setiap hari yang membahas sosok paus yang akan datang, demikian pemeriannya berdasar kabar dari Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo dari Vatikan.

"Seperti apa, rasa-rasanya, harapan-harapannya mengarah pada figur Fransiskus kedua yang akan meneruskan gebrakan paus sebelumnya," ujarnya. "Rupa-rupanya, suara itu sejak awal pemilihan sudah tertuju pada satu figur yang diprediksi akan terpilih."

Paus Leo XIV menyambut publik di balkon Basilika Santo Petrus untuk pertama kalinya. Pada 10 Mei 2025, Vatican News merilis pidato Paus Leo IV tentang alasan ia menggunakan nama itu. '... Saya memilih nama Leo XIV. Ada beberapa alasan untuk ini, tetapi terutama karena Paus Leo XIII dalam Ensiklik bersejarahnya Rerum Novarum membahas persoalan sosial dalam konteks revolusi industri besar pertama. Pada zaman kita sekarang, Gereja menawarkan kepada semua orang khazanah ajaran sosialnya sebagai respons terhadap revolusi industri yang baru dan perkembangan dalam bidang kecerdasan buatan yang menghadirkan tantangan baru bagi pembelaan martabat manusia, keadilan, dan kerja.' (Vatican News)

Tampaknya, gambaran inilah yang menunjukkan alasan pemilihan Kardinal Robert F. Prevost sebagai Paus tidak membutuhkan waktu yang lama. Nyaris serupa ketika pemilihan Paus Fransiskus yang membutuhkan waktu sekitar 26 jam sejak konklaf dibuka. Konklaf-konklaf modern berlangsung relatif cepat karena aturan konklaf tertutup serta dinamika komunikasi internal yang lebih efisien di antara para kardinal.

Takdir dalam Dua Dunia

Prevost berasal dari Ordo Santo Agustinus, sekaligus yang pertama menjabat sebagai Paus dari ordo ini. Ia juga merupakan paus pertama yang lahir di Amerika Serikat dan berkebangsaan Peru. Menurut Bunjamin, Paus Leo XIV memiliki latar belakang kombinasi luar biasa karena berasal dari negara maju dan adikuasa, sekaligus berkebangsaan Peru di Amerika Selatan, yang merupakan daerah pinggiran dengan banyak kaum miskin dan menderita.

"Mudah-mudahan [...] menjadi paduan yang ideal," kata Bunjamin. "Itulah sebabnya mengapa saya berpikir bahwa pilihan nama Leo XIV memiliki makna mendalam."

Dalam taklimat media itu dia mengungkapkan juga bahwa Paus Leo XIV memiliki perjalanan hidup yang terbilang unik dan tak disangka. Sepuluh tahun silam, Paus Fransiskus tampaknya melihat dalam diri seorang imam yang mungkin adalah cerminan dirinya sendiri. Pada 2014, Prevost diangkat menjadi administrator keuskupan Ciklayo di Peru. Kemudian, pada tahun berikutnya, dia menjadi uskup. Belakangan, pada 2023 dia dipanggil ke Roma untuk menjabat sebagai prefek atau kepala komisi untuk pemilihan para uskup.