Monsinyur Antonius S. Bunjamin: Paus Leo XIV 'Kembaran' Paus Fransiskus

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 11 Mei 2025 | 07:00 WIB
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. bersama potret Paus Leo XIV di Gedung KWI, Menteng, Jakarta Pusat. Terpilihnya Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV menjadi kabar suka cita bagi Gereja Katolik di penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. bersama potret Paus Leo XIV di Gedung KWI, Menteng, Jakarta Pusat. Terpilihnya Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV menjadi kabar suka cita bagi Gereja Katolik di penjuru dunia, termasuk Indonesia. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Mengenal Paus Leo XIII yang Seperempat Abad Memimpin Gereja Katolik

Jabatan prefek boleh dikata lumayan penting. Tugasnya, bertanggung jawab atas pemilihan para uskup untuk negara-negara maju atau gereja-gereja maju—tidak termasuk Indonesia. Di samping itu, Prevost juga menjadi Presiden Duta Perdamaian untuk Gereja-Gereja di Amerika Latin.

Paus Leo XIV 'Kembaran' Paus Fransiskus

"Kedekatan antara Paus Fransiskus dan Paus Leo XIV ini terasa begitu erat," ujar Bunjamin. "Seakan-akan saya bisa mengatakan bahwa Paus Leo adalah 'kembaran' dari Paus Fransiskus—seseorang yang hidup sederhana, penuh bela rasa, suci, dan memiliki dedikasi tinggi."

Bunjamin beranggapan bahwa Prevost ingin melanjutkan karya pastoral dengan menghadirkan semangat Paus Fransiskus, tetapi dengan gebrakan seperti yang dilakukan oleh Paus Leo XIII. Atas dasar interpretasi inilah dia menduga kemungkinan alasan Prevos tidak memilih nama Fransiskus II. "Ini hanya tafsiran," ujarnya, "dan mudah-mudahan tidak salah."

Gebrakan seperti apakah yang diinisiasi oleh Paus Leo XIII—yang menjabat sebagai Paus pada periode 1878 sampai 1903? Dia dicatat sebagai Paus yang pertama kali menerbitkan Rerum Novarum, yakni ensiklik tentang ajaran sosial gereja, pada 15 Mei 1891. Kelak ensiklik ini menjadi dasar bagi ajaran-ajaran sosial gereja, bahkan sampai ajaran paus modern sampai hari ini, termasuk oleh Paus Fransiskus.

Selain merayakan Paus Leo XIV dengan suka cita, Konferensi Waligereja Indonesia juga menyimpan kenangan saat kunjungan aspotolik Paus Fransiskus ke Jakarta pada September silam. Sri Paus menghadiahi Konferensi Waligereja Indonesia sebuah lukisan 'Salus Populi Romani'. Lukisan itu menautkan sebuah ikon terkenal dari Santa Perawan Maria yang disimpan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma. Paus menunjukkan kedekatannya yang mendalam dengan Salus Populi Romani melalui 126 kunjungan doa selama masa kepausannya. Sejumlah kunjungan itu termasuk sebelum dan sesudah perjalanan kerasulan serta dalam masa-masa kesehatannya yang rapuh. Sampai tiba saatnya untuk memilih untuk dimakamkan dekat ikon Maria yang sangat ia kasihi itu. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Gagasannya sungguh luar biasa. Situasi pada akhir abad ke-19 memiliki kemiripan dengan situasi saat ini, namun dengan kompleksitas yang lebih rumit. Gereja Katolik merespons terhadap situasi sosial dan ekonomi yang sangat berubah akibat Revolusi Industri, kapitalisme modern, dan bangkitnya sosialisme. Paus Leo XIII ingin menempatkan Gereja katolik sebagai pembela kaum tertindas. Dia merasa perlu menawarkan jalan ketiga: bukan kapitalisme liar, bukan pula sosialisme revolusioner.

"Maka, hal ini tidak hanya diatasi dengan pendekatan moral semata, tetapi dengan pendekatan spiritual, kasih, dan bela rasa," ujarnya.

Dia juga menambahkan, "Kami optimis dan bersukacita bahwa apa yang telah diperjuangkan oleh Paus Fransiskus selama dua belas tahun akan diteruskan oleh beliau—bahkan lebih diintensifkan dengan energi yang luar biasa, mengingat usia beliau yang jauh lebih muda dibandingkan Paus Fransiskus saat wafat."

Ajakan Pertama Paus Leo XIV untuk Kita

Saat pertama tampil di muka publik Vatikan, di atas balkon Basilika Santo Petrus, Paus Leo XIV menyampaikan sebuah kalimat, "Damai sejahtera bagi kalian semua."