Menjaga Kelestarian Jalak Bali Melalui Penangkaran dan Pelepasliaran

By Agung Adytia Pratama Putra, Kamis, 24 Mei 2018 | 13:15 WIB
Di sekitar taman nasional, jalak bali lepasan bebas beranak-pinak. (Dwi Oblo)

Tahun 2011 silam, Kementerian Kehutanan melalui Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSA) memberikan izin kepada 25 penangkaran pengembangbiakkan burung jalak bali—konon habitat jalak bali hanya berada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Penangkaran dan Pelepasliaran Jalak Bali Yayasan Bengawan resmi dibuka.

Baca juga: Waspada Memilih Tempat Pengisian Daya Smartphone di Tempat Umum!

Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Yayasan Bengawan, Rabu (23/05/2018), pusat penangkaran dan pelepasliaran ini diresmikan oleh Pendiri Yayasan, Bradley dan Debora Gardner, bersama perwakilan Bupati Gianyar dari Dinas Pertanian bidang Peternakan, Ngakan Putu Riadi, perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Dewa Made Rupa, dan Kepala Desa Melinggih Kelod I Nyoman Suwardana

Peresmian tempat penangkaran secara simbolis oleh pemilik yayasan dan perwakilan bupati. ()

Mengapa jalak bali?

International Union for Conservation of Natur and Natural Resources (IUCN) pada tahun 1996, mengategorikan burung jalak bali ke dalam red data book, buku katalok berisi flora dan fauna yang terancam punah.

Untuk menjaga keberlangsungan hidup jalak bali, Yayasan Bengawan telah menjalankan program konservasi jalak bali sejak tahun 1999. Hingga saat ini, Yayasan Bengawan telah melepasliarkan 65 ekor jalak bali.

Sayangnya, jalak bali yang telah dilepasliarkan ini banyak yang kembali ditangkap oleh pemburu liar.

Baca juga: Peneliti Ungkap Kondisi Bumi 2,4 Miliar Tahun Lalu, Seperti Apakah?

Menurut data terbaru, Pusat Penangkaran dan Pelepasliaran Jalak Bali Yayasan Bengawan ini merawat 53 ekor jalak bali. Pusat penangkaran ini sudah terbuka untuk umum. Walau begitu, pengunjung dianjurkan untuk menghubungi Yayasan Bengawan terlebih dahulu sebelum mengunjungi.

“Perburuan dan penangkapan burung untuk hewan peliharaan masih menjadi masalah utama” jelas Dewa Made Rupa.

Mengutip tulisan Agus Prijono dalam Majalah National Geographic Indonesia edisi Agustus 2017, tantangan besar bukan lagi berasal dari perburuan liar saja. Namun juga berasal dari pemangsaan dan juga alam yang turut berubah. Kawasan taman nasional yang kering memerlukan campur tangan manusia agar jalak bali mampu bertahan.

Hal itu sejalan dengan Program konservasi berbasis masyarakat di Melinggih Kelod yang telah dijalankan oleh Yayasan Bengawan sejak bulan Oktober 2017. Yayasan Bengawan memutuskan untuk bermitra bersama masyarakat setempat untuk memastikan adanya dukungan terhadap pelestarian jalak bali serta pemantauan terhadap burung yang dilepasliarkan.

Para penangkar juga membentuk Asosiasi Penangkar Melinggih Kelod untuk kelancaran program. Melalui program konservasi tersebut, masyarakat dapat mengambil keuntungungan melalui eco-tourism dan pariwisata. “Program konservasi berbasis masyarakat dirancang untuk memberikan peluang bisnis kepada masyarakat setempat dan juga untuk mendukung pelestarian maskot Bali yaitu burung Jalak Bali”, terang Bradley Gardner.

Baca juga: Kisah Cinta Rahasia Perawat Militer Amerika dengan Tahanan Perang Nazi

Tidak hanya itu, Yayasan Bengawan juga menjalankan beberapa program edukasi bagi sekolah-sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler di sekitar Payangan, Bali. Program ini telah menghasilkan “duta jalak bali” cilik yang memiliki semangat melindungi satwa langka ini.