"Sejak telepon selular (ponsel) dilengkapi dengan fitur kamera yang mumpuni, fotografi menjadi sebuah aktivitas yang kian menyenangkan. Kini fotografi menjadi milik setiap orang."
"... Dan dengan buku LITE, saya merayakan serunya memotret."
Demikian tulis Yuniadhi Agung, pewarta foto asal Magelang, dalam buku fotonya, LITE.
Agung mengawali karier sebagai pewarta foto pada tahun 2002 di Kompas. Selama 16 tahun bekerja sebagai fotografer profesional, Agung seakan terbebani oleh bobot kamera dan beberapa lensa yang selalu ia bawa. Namun kemajuan teknologi kamera dalam ponsel pun menyelamatkannya.
Baca juga: Para Arkeolog Temukan Jejak Hewan Paling Awal yang Pernah Ada di Bumi
Kelebihan dan kekurangan kamera ponsel, membuat Agung untuk berpikir secara beda dan keluar dari pola yang selama ini dilakukannya. "Keterbatasan fitur kamera ponsel memaksa saya untuk berpikir secara ringan. Tanpa perlu banyak berpikir, ketika saya menemukan hal yang menarik, potret saja dalam sekejap."
Berbagai aturan "sakral" dalam fotografi pun seakan tidak dapat membendung kreativitas Agung dalam memotret dengan ponsel.
Pendekatan baru yang dilakukan oleh Agung memang terkesan ringan, namun melalui LITE, dirinya seakan ingin membuktikan bahwa kualitas foto tidak bergantung pada alat. Melainkan pada kreativitas dan kekayaan imajinasi sang fotografer. Dengan kreativitas dan imajinasi, objek yang ditemui sehari-hari pun dapat menjadi "model" dalam sebuah karya foto yang menarik.
Buku foto dengan jumlah halaman sebanyak 128 halaman ini pun sampai di meja redaksi. Kesan pertama yang muncul adalah unik. LITE tidak hanya menyajikan foto yang berkualitas saja, namun komposisi tata letak juga menjadi bagian dari "pameran kecil" ini.
Desain sampul LITE membawa imajinasi kami kepada sebuah wajah, lengkap dengan sepasang mata dan mulut. Dengan sebuah simbol—mirip aksara Kanji—di depan, mungkin saja membawa imajinasi penikmat buku ini menjadi lebih dari sekadar wajah.
Baca juga: Juan Pujol, Mata-mata yang Memalsukan Kematiannya Selama 36 Tahun
Dalam menyajikan karya foto, LITE menggunakan pendekatan diptychs—menyandingkan dua foto untuk membentuk sebuah makna baru. Foto maneken pakaian dalam dan foto lelehan lilin berwarna merah pun membawa imajinasi penikmat buku untuk membuat sebuah cerita baru. Foto siluet dua pria yang (seakan) sedang berhadapan dan foto pagar penghalang juga mampu menggelitik imajinasi.
Visual kaya rasa yang disajikan di dalamnya, membuat LITE bukan "hanya" menjadi sebuah buku foto, namun juga menjadi sebuah karya visual yang mampu melatih literasi visual para penikmat buku.
Banyak kisah yang ingin dibagikan Agung dalam LITE, termasuk perayaan atas keseruan memotret. Tertarik untuk berdiskusi mengenai buku ini? Agung dapat ditemui di Instagram dengan nama akun @bukulite dan @yuniadhiagung.
Baca juga: Polemik Tanggal dan Tempat Kelahiran Sukarno, Putra Sang Fajar