Berkembangnya Tren Minum Tanpa Sedotan Plastik di Beberapa Negara

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 17 Juni 2018 | 16:41 WIB
Mengganti sedotan plastik dengan stainless steel bisa membantu mengurangi sampah plastik. (MichellePatrickPhotographyLLC)

Nationalgeographic.co.id - Pada 2015, video sedotan plastik yang masuk ke dalam hidung penyu, menjadi viral. Ini membuat perilaku banyak orang yang melihat video tersebut, berubah. Mereka lebih sadar akan bahaya sampah plastik terhadap hewan laut.  

Sedotan plastik – yang dibuang setelah dipakai sekali – mudah berakhir di lautan karena sifatnya yang ringan. Namun, sesampainya di sana, sedotan plastik tidak terurai. Ia justru terpecah mejadi bagian-bagian kecil – bernama mikroplastik – yang sering disalahartikan sebagai makanan oleh hewan laut.

Sedotan plastik juga berbahaya karena ia tidak dapat didaur ulang. “Sayangnya, kebanyakan sedotan plastik terlalu ringan sehingga membuatnya lolos dari sortiran mesin daur ulang. Pada akhirnya, itu terbawa ke saluran air menuju laut kita,” kata Dune Ives, direktur eksekutif Lonely Whale.

Membunuh hewan laut

Di Amerika Serikat, jutaan sedotan plastik terbuang setiap harinya. Sementara Inggris, membuang setidaknya 4,4 miliar sedotan per tahun.

Industri perhotelan menjadi pengguna sedotan plastik terbanyak. Di Hilton Waikoloa Village misalnya, penginapan pertama di pulau Hawaii ini menggunakan lebih dari 800 ribu sedotan plastik pada 2017.

Baca Juga : Masyarakat Menghijaukan Kembali Wilayah Hutan Lindung di Aceh

“Selama sepuluh tahun terakhir, kita memproduksi plastik lebih banyak dari abad sebelumnya. Lima puluh persen di antaranya adalah plastik sekali pakai yang langsung dibuang sesudahnya,” kata Tessa Hempson, manajer operasional di Oceans Without Border.

“Sekitar satu juta burung laut dan seribu hewan laut lain terbunuh akibat sampah plastik. Sebanyak 44% burung laut, 22% paus dan lumba-lumba, penyu, dan ikan, mati dengan plastik dalam tubuh mereka,” tambahnya.

Kepunahan sedotan plastik

Saat ini, ada kabar baik. Sedotan plastik diperkirakan akan segera menghadapi kepunahannya. Sebab, beberapa kota di Amerika Serikat (Seattle, Washington, Miami Beach, Fort Myers Beach, Florida, Malibu, Davis, dan California) telah melarang penggunaan sedotan plastik.

Beberapa negara juga mulai membatasi penggunaan plastik sekali pakai – termasuk sedotan plastik. Di antaranya Taiwan, Belize, dan Inggris.

Hotel-hotel dan perusahaan pun sudah sadar akan hal ini. Resor Soneya telah melarang penggunaan sedotan plastik pada 2008, sementara Hotel Cayuga mengganti sedotan plastiknya dengan yang bambu sejak 2010. Hotel-hotel seperti ini membuka jalan bagi gerakan mengurangi sampah plastik dan memotivasi yang lainnya untuk melakukan hal yang sama.

Selain Soneya dan Cayuga, hotel yang melarang penggunaan sedotan plastik, meliputi: Four Seasons, AccorHotels di Amerika Tengah dan Utara, Marriot Internasional di Inggris, Taj Hotel Palaces Resorts Safaris, AVANI, dan Anantara.

Baca Juga : Eksperimen Letusan Gunung Berapi Gagal, 59 Siswa di India Terluka

Meskipun aksi individu juga memiliki dampak pada lingkungan, namun pengaruh industri yang melarang penggunaan plastik sangat besar. Adanya larangan dari satu hotel bisa mengurangi jutaan sampah sedotan plastik setiap tahunnya.

“Banyak orang tidak memikirkan pengaruh dari tindakan sederhana seperti menggunakan sedotan plastik yang ternyata berbahaya bagi ekosistem laut dan generasi mendatang. Industri perhotelan dan pariwisata memiliki kewajiban untuk mulai mengurangi sampah plastik,” papar David Laris, koki sekaligus kepala kreatif di Catchet Hospitality Group.

Untuk mengganti sedotan plastik, kita bisa menggunakan sedotan yang terbuat dari bambu, kaca, dan stainless steel. Atau cara terbaiknya adalah tidak menggunakan sedotan sama sekali.

#BumiAtauPlastik #SayaPilihBumi

Kisah ini merupakan bagian dari Bumi atau Plastik?—upaya tahunan kami untuk meningkatkan kepedulian tentang krisis sampah plastik global. Baca ulasan-ulasan lainnya dalam majalah National Geographic edisi Juni 2018