“Sebelum kami menetap itu, hanya ada puskesmas pembantu yang dikunjungi sebulan sekali dari puskesmas distrik lain yang terdekat. Dan jarak (masyarakat) ke puskesmas dengan ke Papua Nugini lebih dekat ke Papua Nugini, lewat hutan-hutan begitu,” kata perempuan kelahiran Medan, 15 Mei 1990 ini.
Baca juga: Donald Trump Inginkan Amerika Serikat Memiliki Pasukan Luar Angkasa
Saat ini, puskesmas tempat Amalia bertugas hanya memiliki 3 staf, yakni kepala puskesmas, bidan, dan perawat. “Tapi (mereka) jarang di tempat, karena kami (Tim Nusantara Sehat) stay di tempat,” ujar dia.
Ia mengungkapkan, masyarakat di pedalaman tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan dunia luar karena terbatasnya piranti dan jaringan komunikasi yang memadai.
“Untuk jaringan, tergantung cuaca. Kalau hujan ada petir, hilang sinyal, kami naik-naik pohon buat cari sinyal,” kata Amalia. Jalanan di 5 kampung pada distrik yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini ini juga belum diaspal.
Hal ini menyebabkan mobilitas menjadi sangat terbatas. “Jadi dari kabupaten ke distrik Ninati jalannya tidak aspal semua. Jalannya tanah liat yang kalau hujan jadi lumpur, tidak bisa dilewati kendaraan. Kampung Ninati yang kena aspal namanya Kampung Tembutka,” kata Amalia.
Tak hanya akses jalan, keterbatasan air dan listrik juga jadi masalah tersendiri di Distrik Ninati.
“Ternyata harus hujan dulu baru deh bak mandi terisi. Untuk keperluan mandi dan mencuci, kami biasa ke sungai. Untuk konsumsi kami ambil dari mata air di dekat rumah-rumah warga,” kisah Amalia.
Amalia menambahkan, ketersediaan listrik di Ninati yang disuplai dari tenaga solar juga tidak dapat dipastikan waktunya. “Kadang solar susah dicari, bisa sebulan hanya sekali (nyala), bisa juga sebulan itu satu atau dua minggu nyala terus karena ada dana dari kampung (untuk membeli solar),” kata dia.
Baca juga: Menelusuri Jejak Keluarga Panda dari Fosil Berusia 22 Ribu Tahun
Ia berharap, jalan di Distrik Ninati segera diaspal. Selain memudahkan proses merujuk pasien, akses jalan yang baik juga memudahkan masyarakat untuk berinteraksi dengan dunia luar dan menjual hasil tanamnya ke kota.
“Saya sendiri merasakan kesulitan untuk merujuk pasien karena jalannya hancur sekali. Masyarakat di sana juga butuh informasi, mereka perlu contoh agar bisa lebih maju pemikirannya,” ujar Amalia.
Semua pelayanan kesehatan yang disediakan di Puskesmas diberikan secara gratis bagi masyarakat. Di Distrik Ninati, tingkat pendidikan masyarakat masih rendah.
Untuk hidup sehari-hari, mereka mengandalkan hasil bertanam dan mencari ikan di sungai. Selain itu, mereka juga menerima dana bantuan dari pemerintah setiap 3 bulan sekali.
Artikel ini sudah pernah tayang pada Kompas.com. Baca artikel sumber.