Diduga, Pantai Terpencil Australia Dipenuhi Sampah dari Indonesia

By Gregorius Bhisma Adinaya, Senin, 25 Juni 2018 | 14:27 WIB
Dulunya pantai tidak sekotor ini (Blue Douglas via Kompas.com)

Nationalgeographic.co.id - Sebuah video yang beredar di dunia maya dan telah dilihat oleh jutaan orang di seluruh dunia menunjukan seorang penyelam berenang melalui perairan Indonesia yang penuh dengan polusi plastik.

Menurut penyelam itu, jumlah sampah sebanyak ini belum pernah ia lihat sebelumnya.

Ironinya, permasalahan mengenai sampah seakan tidak menjadi sorotan, padahal pantai-pantai terpencil negara tetangga, Australia, yang terlindungi dan terawat dengan baik menjadi dampak dari sampah yang sudah menghuni lautan.

Baca juga: Mengonsumsi Micin Membuat Otak Menjadi Lemah, Apakah Benar?

Kenyataannya, sekelompok polisi hutan justru menghabiskan waktu selama berjam-jam setiap minggunya untuk membersihkan pantai yang tak tersentuh oleh manusia, tetapi dipenuhi sampah manusia.

Secara historis sampah-sampah di pantai tersebut umumnya berasal dari limbah perikanan. Namun, belakangan ini semakin didominasi oleh limbah domestik, seperti sedotan plastik, kantong plastik, sikat rambut, botol sampo, dan gantungan baju.

Bahkan, menurut Luke Playford, seorang fasilitator bagi masyarakat pribumi Australia pada Korporasi Abiminar Dhimurru di negara bagian Northern Territory, sampah terbesar yang ditemukan di sana adalah celana dalam, sikat gigi, dan korek api. Sampah yang dihasilkan dari kehidupan keseharian.

Baca juga: Delapan Cara Mudah untuk Bertahan Hidup Jika Bencana Alam Menyerang

Sampah-sampah ini datang dalam jumlah yang besar. Bahkan lebih besar dari kemampuan dan tenaga petugas dan polisi hutan untuk membersihkannya. Bayangkan, mereka harus menjaga pantai dengan panjang 70 kilometer dari sampah yang sebelumnya mengapung di lautan.

"Tahun lalu adalah tahun terbesar dalam catatan kami mengenai limbah laut yang ditemukan di garis pantai kami. Jadi saya pikir pola ini akan terus berlanjut," ungkap seorang petugas.

Tumpukan kantong sampah (Blue Douglas via Kompas.com)

Mengenai dari mana asal sampah ini — sebelum terapung di lautan, Dr. Frederieke Kroon, seorang ilmuwan peneliti di Institut Ilmu Kelautan Australia, meyakini praktik pembuangan sampah yang buruk ditambah pergerakan air setempat telah membentuk hotspot limbah.

Lebih lanjut, Dr. Kroon mengatakan bahwa ada kecurigaan yang berkembang di masyarakat bahwa sampah yang mungkin masuk dari Teluk Carpentaria ini berasal dari Indonesia karena berbagai kondisi.

"Arus air dan arah angin sepanjang tahun ini tentu akan berkontribusi pada serpihan limbah yang terakumulasi di pantai-pantai itu," katanya.

Baca juga: Satu Langkah Lebih Dekat Menuju Lift Luar Angkasa ala Jepang

"Arus di teluk ini bentuknya sangat-sangat bulat - mereka berputar dan terus berputar-putar."

Khawatir dengan jumlah sampah di pantai di Arnheim Land, Luke Playford mengambil langkah untuk memotret sampah-sampah tersebut agar dapat mudah diteliti dari mana sampah ini berasal. Sampah yang berasal dari berbagai produk ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka berasal dari wilayah Indo-Pasifik.

Luke juga mengatakan bahwa ia pernah melihat pemodelan yang menunjukkan bahwa sampah memasuki Teluk Carpentaria karena angin barat laut yang bertiup dari wilayah Indonesia setiap musim hujan.

"Ketika musim berganti dan kami memasuki musim kemarau, angin dari Asia Tenggara bertiup dan mendorong limbah itu ke pantai-pantai yang berada di sisi barat Teluk," katanya.

Baca juga: Penurunan Permukaan Tanah, Jakarta Utara

Walaupun kadang sampah ini dapat tersapu kembali ke lautan, tetapi topan dapat juga membuat sampah-sampah tersebut terkubur di bawah pasir pantai. "Namun tujuan kami adalah mencegah sampah-sampah itu sampai di pantai dan mencegah hal itu terjadi," ucap Luke.

Tidak hanya mengotori pantai, sampah-sampah ini juga membahayakan satwa laut. Bekas gigitan satwa laut pada sampah plastik ini menunjukkan bahwa ancaman ini adalah nyata.

Lebih lanjut, Luke mengkhawatirkan penyu yang akan bertelur dan bersarang di pesisir pantai. Bisa saja mereka akan memakan sampah-sampah plastik karena salah mengidentifikasi.

Bahkan untuk menuju pantai saja, penyu-penyu ini harus mengeluarkan usaha yang lebih berat karena harus "membelah" kumpulan sampah. Terlebih lagi ketika mereka harus menggali pantai untuk menguburkan telur mereka di antara sampah-sampah yang terkubur.

Pembersihan menelan waktu seharian (Blue Douglas via Kompas.com)

Selain itu, kawasan pantai terpencil di Arnheim Land ini juga memiliki nilai budaya bagi masyarakat Aborijin Yolngu setempat, yang menjadi faktor mengapa para polisi hutan melakukan penjagaan di kawasan itu.

"Ini di luar kemampuan kami untuk membersihkan seluruh pantai itu setiap tahun, jadi kami harus memprioritaskan lokasi yang akan kami bersihkan terlebih dahulu," papar Luke Playford.

Baca juga: Jebi, Angin Topan Terkuat Selama 25 Tahun Terakhir, Hantam Jepang

Selain disibukkan dengan tugas patroli, Luke Playford dan tim secara teratur menghabiskan setengah hari bepergian ke pantai dan membersihkannya. Dan kegiatan ini dilakukan secara berulang setiap harinya karena sampah terus berdatangan.

"Saya pikir kita perlu mengatasi masalah dari sumbernya dan mencoba membantu negara-negara ini dengan sistem pengelolaan limbah mereka untuk menghentikan plastik memasuki samudra," imbuhnya.

#BumiAtauPlastik #SayaPilihBumi