Blood Moon dan Ramalan Mengenai Kiamat yang Tidak Dapat Dipisahkan

By Gregorius Bhisma Adinaya, Selasa, 26 Juni 2018 | 11:59 WIB
Bangsa Inca takut bahwa gerhana bulan disebabkan jaguar menyerang bulan. Mereka mencoba mengusirnya (Leonard de Selva, Corbis via National Geographic)

Teolog ini juga mengaitkan tahun ketika Yerusalem dinyatakan sebagai kota Tuhan yang kekal dengan letusan gunung berapi di Hawaii.

Paul Begley mencocokkan ramalan tersebut dengan petikan Kitab Suci Yoel 2:30-31, Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu.

Baca juga: NASA Ungkap Rencananya Lindungi Bumi dari Asteroid Mematikan

Tidak hanya Paul Begley, John Hage yang juga seorang pemuka agama juga sempat mengutarakan hal yang sama. John mengatakan bahwa tanda-tanda mengenai "hari Tuhan yang dahsyat" adalah matahari menjadi gelap dan bulan menjadi merah darah.

Saat itu gerhana Bulan memang berdekatan dengan hari raya Paskah, 5 April 2015. Gerhana Bulan saat itu merupakan bagian dari rangkaian empat gerhana bulan total 15 April 2014, 8 Oktober 2014, 4 April 2015, dan 28 September 2015—disebut sebagai lunar tetrad.

Penulis buku "Four Blood Moons" ini berpendapat bahwa gerhana Bulan yang terjadi pada akhir pekan Paskah adalah sebuah tanda akan datangnya peristiwa besar. "Mungkin bukan kiamat, namun pastinya akan mengubah dunia", ucap John saat itu.

"Saya yakin, kita akan melihat peristiwa yang dramatis terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan Israel. Peristiwa itu akan mengubah sejarah di Timur Tengah dan memiliki dampak pada dunia", tambahnya, seperti dikutip dari Daily Mail.

Baca juga: Pascapertemuan di Singapura, AS Kirimkan 100 Peti Mati ke Korea Utara

Tetrad yang terjadi pada tahun 1493 dikaitkan dengan pengusiran orang-orang Yahudi di Spanyol. Tetrad pada tahun 1949 dikaitkan dengan didirikannya negara Israel. Sementara Tetrad pada tahun 1967 dikaitkan dengan Perang Enam Hari antara Arab Saudi dan Israel.

Seperti dikutip dari Liputan6, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin berharap agar masyarakat tidak mudah memercayai hal yang mengaitkan gerhana dengan berbagai hal mistis. "Itu semuanya mitos", ucap Thomas. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)