Blood Moon dan Ramalan Mengenai Kiamat yang Tidak Dapat Dipisahkan

By Gregorius Bhisma Adinaya, Selasa, 26 Juni 2018 | 11:59 WIB
Bangsa Inca takut bahwa gerhana bulan disebabkan jaguar menyerang bulan. Mereka mencoba mengusirnya (Leonard de Selva, Corbis via National Geographic)

Pada tanggal 28 Juli mendatang, sebuah fenomena astronomi menarik akan kembali terjadi. Bulan akan mengalami gerhana total dengan warna merah yang menyelimuti satelit Bumi ini.

Warna merah yang tampak pada Bulan sebenarnya juga berasal dari cahaya Matahari. Walau mengalami gerhana total, Bulan tidak akan terlihat gelap gulita.

Baca juga: Jangan Terlewat! Blood Moon Terlama Sejak 18 Tahun Akan Segera Terjadi

Ketika cahaya Matahari masuk ke Bumi dan melewati atmosfer, cahaya dengan frekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu) akan dengan mudah dibiaskan oleh molekul atmosfer—hal inilah yang menciptakan warna biru pada langit saat siang hari.

Sementara cahaya dengan frekuensi rendah, seperti cahaya kuning, oranye, dan merah akan dengan mudah menembus atmosfer Bumi. Cahaya ini akan "jatuh" lurus memasuki Bumi. Arah jatuh cahaya dan peran sedikit pembiasan akan mengubah arah cahaya frekuensi rendah ini ke arah umbra Bumi—bayangan inti yang berada di bagian tengah sangat gelap pada saat terjadi gerhana.

Bulan yang sedang berada di area umbra ini kemudian akan nampak kemerahan akibat cahaya frekuensi rendah Matahari yang dipantulkan tersebut.

Dikaitkan dengan kiamat dan 70 tahun Israel

Fenomena astronomi ini memang terkesan mistis dengan visualnya, Bulan berwarna merah seperti darah. Bahkan nama yang diberikan juga mendukung kesan menakutkan, blood moon.

Bagi sebagian orang, fenomena ini tidak lebih dari "sekadar" fenomena antariksa pada umumnya. Namun sebagian orang lainnya menganggap bahwa blood moon adalah sebuah pertanda akan datangnya kiamat.

Baca juga: Perjuangan Orang Kokos Mendapat Pengakuan Sebagai Suku Asli Australia

Paul Begley, seorang pemuka agama asal Indiana, Amerika Serikat, mengatakan bahwa peristiwa ini adalah sebuah tanda akhir zaman. "Fenomena blood moon terpanjang abad ini, terjadi tepat tahun ke-70 Israel menjadi sebuah bangsa", ucap Paul Begley seperti dikutip dari express.co.uk.

Super blue blood moon (Gregorius Bhisma Adinaya)

Teolog ini juga mengaitkan tahun ketika Yerusalem dinyatakan sebagai kota Tuhan yang kekal dengan letusan gunung berapi di Hawaii.

Paul Begley mencocokkan ramalan tersebut dengan petikan Kitab Suci Yoel 2:30-31, Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan bulan menjadi darah sebelum datangnya hari Tuhan yang hebat dan dahsyat itu.

Baca juga: NASA Ungkap Rencananya Lindungi Bumi dari Asteroid Mematikan

Tidak hanya Paul Begley, John Hage yang juga seorang pemuka agama juga sempat mengutarakan hal yang sama. John mengatakan bahwa tanda-tanda mengenai "hari Tuhan yang dahsyat" adalah matahari menjadi gelap dan bulan menjadi merah darah.

Saat itu gerhana Bulan memang berdekatan dengan hari raya Paskah, 5 April 2015. Gerhana Bulan saat itu merupakan bagian dari rangkaian empat gerhana bulan total 15 April 2014, 8 Oktober 2014, 4 April 2015, dan 28 September 2015—disebut sebagai lunar tetrad.

Penulis buku "Four Blood Moons" ini berpendapat bahwa gerhana Bulan yang terjadi pada akhir pekan Paskah adalah sebuah tanda akan datangnya peristiwa besar. "Mungkin bukan kiamat, namun pastinya akan mengubah dunia", ucap John saat itu.

"Saya yakin, kita akan melihat peristiwa yang dramatis terjadi di Timur Tengah, yang melibatkan Israel. Peristiwa itu akan mengubah sejarah di Timur Tengah dan memiliki dampak pada dunia", tambahnya, seperti dikutip dari Daily Mail.

Baca juga: Pascapertemuan di Singapura, AS Kirimkan 100 Peti Mati ke Korea Utara

Tetrad yang terjadi pada tahun 1493 dikaitkan dengan pengusiran orang-orang Yahudi di Spanyol. Tetrad pada tahun 1949 dikaitkan dengan didirikannya negara Israel. Sementara Tetrad pada tahun 1967 dikaitkan dengan Perang Enam Hari antara Arab Saudi dan Israel.

Seperti dikutip dari Liputan6, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin berharap agar masyarakat tidak mudah memercayai hal yang mengaitkan gerhana dengan berbagai hal mistis. "Itu semuanya mitos", ucap Thomas. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)