Pada tahun 1826, seorang pedagang Inggris bernama Alexander Hare membawa sekelompok orang dari Malaysia, Indonesia juga Afrika Selatan dan New Guinea ke sebuah kepulauan yang terletak di sekitar 1300 km di barat daya Jakarta.
Hare membawa mereka ke Kepulauan Kokos atau Cocos (Keeling) Islands di Australia sebagai pekerja paksa dan/atau budak disertai dengan narapidana. Setahun kemudian, saingan Hare dari Skotlandia, Clunies Ross mengambil alih kepulauan tersebut.
Penduduk pulau tersebut kemudian dikenal sebagai Cocos Malays atau Orang Kokos. Selama 150 tahun kekuasaaan dinasti Clunies Ross, Orang Kokos mengembangkan budaya dan dialek yang unik. Mereka mengadopsi tarian dan musik Skotlandia dalam kesenian mereka.
Orang Kokos masih menghuni pulau mereka dan sekarang menjadi warga negara Australia. Sebagian berjuang untuk diakui oleh pemerintah Australia sebagai “Orang Asli” atau Indigenous.
Baca juga: Di Desa Kecil Ini, Buaya Dianggap Seperti Leluhur Manusia
Sebuah dokumenter, Australia’s Forgotten Islands (Pulau-pulau Australia yang Terlupakan) menampilkan keinginan Orang Kokos untuk mendapat hak sebagai Orang Asli.
Dengan adanya kemungkinan pengembangan markas militer besar di pulau tersebut, film dokumenter itu menyiratkan bahwa status “Orang Asli” adalah sebuah cara untuk mempertahankan suara lokal.
Dokumenter tersebut menampilkan anak dari “raja” terakhir Pulau Kokos dan beberapa warga benua Australia (mainland) yang mendukung upaya Orang Kokos untuk mendapatkan status Indigenous.
Apa dan siapa ‘Orang Asli’?
Banyak kelompok lokal di seluruh dunia memperjuangkan status sebagai “Orang Asli”. Biasanya kelompok lokal ini merupakan minoritas yang kebudayaannya berhadapan dengan mayoritas dalam sebuah negara.
Status Orang Asli merupakan upaya untuk melindungi hak-hak mereka. Termasuk dalam hak-hak mereka adalah mempertahankan lingkungan hidup dan suara politik. Namun tidak ada definisi yang diterima secara universal mengenai siapa dan apa itu “Orang Asli”.
Terkadang tuntutan “Orang Asli” berhasil berdasarkan status sebagai penghuni pertama (seperti kelompok “First Nations” di Amerika). Ada juga yang menuntut status “Orang Asli” berdasarkan keadaan mereka sebagai penghuni yang hidup terus menerus di daerah itu (contohnya, keturunan orang-orang Kepulauan Pitcairn di Pulau Norfolk).
Baca juga: Ainu, Suku Misterius di Jepang yang Hidup dalam Persembunyian
Rahasia Mengontrol Populasi Nyamuk: Aedes aegypti Jantan Tuli Tidak Bisa Kawin!
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR