Perubahan Iklim Menenggelamkan Kekayaan Arkeologi di Arktika

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 29 Juni 2018 | 16:46 WIB
Es Arktika semakin menipis seiring Bumi yang menghangat. (Rich Reid/National Geographic Creative)

Diperlukan usaha cepat untuk melestarikan atau mendata ribuan situs arkeologi di Arktika, sebelum mereka tersapu pemanasan global yang menyebabkan cairnya es serta erosi pantai.

Selama ribuan tahun, udara dingin telah melindungi artefak gading, rumah apung, dan sisa-sisa manusia dalam kondisi mendekati sempurna.

Namun, dengan perubahan iklim yang semakin parah di kutub dibanding belahan bumi lainnya, situasi menjadi sangat menyedihkan. Banyak situs akan segera hilang karena ilmuwan dan sumber daya tidak cukup untuk mendata semua yang ada di sana.

Baca juga: Memiliki Suhu -98° Celsius, Inilah Tempat Terdingin di Bumi

“Semakin banyak situs dan struktur kuno di seluruh dunia yang kini berisiko hilang,” tulis sebuah penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Antiquity.

“Sekali dirusak, sumber daya tersebut akan hilang selamanya, termasuk warisan manusia dan data ilmiah,” tambahnya.

Setidaknya ada 180 ribu situs di wilayah yang mencakup 12 juta kilometer persegi di Kanada, Rusia, Alaska, dan Greenland tersebut. Para peneliti menunjuk desa Inuit di delta sungai Mackenzie -- yang merupakan lokasi kontak Eropa pertama -- sebagai contoh warisan yang hilang.

Pada 1826, anggota ekspedisi John Franklin yang terkenal, melaporkan ada 17 rumah musim dingin dan struktur komunal di sana. Saat ini, tidak ada yang tersisa.

“Banyak yang mengira, lokasi terpencil akan memberikan perlindungan yang cukup. Namun, bagaimana pun juga, dengan perubahan iklim, itu tidak ada artinya lagi,” kata penelitian tersebut. Mereka mencatat bahwa suhu Arktika telah meningkat dua kali lebih cepat dibanding daerah beriklim sedang.

Malapetaka warisan dunia

Matthew Betts, kurator di Canadian Museum of History, di Gatineau, yang tidak terlibat dalam penelitian, juga mengatakan bahwa peninggalan berusia ribuan tahun telah hilang.

Bulan lalu, ia menyelenggarakan diskusi panel bersama 30 arkeolog dan pemimpin suku untuk bertukar pikiran mengenai respons darurat terhadap “krisis” yang sedang terjadi.

“Ini adalah malapetaka warisan yang terbesar di dunia,” katanya. “Ini terjadi di seluruh dunia, tetapi Kanada memiliki garis pantai terbesar di dunia sehingga kami berada di puncak krisis,” tambah Betts.

Pelestarian adalah pilihan terbaik untuk menyimpan warisan-warisan tersebut, tetapi biayanya sangat mahal.

Untuk sebagian besar situs arkeologi, para ahli merekomendasikan penggalian dan dokumentasi beresolusi tinggi pada koleksi artefak – memetakan lokasi persisnya dan menyusun data untuk dipelajari di waktu mendatang.

“Orang-orang mengatakan tidak ada waktu, namun kita harus segera menggalinya sebelum mereka hilang,” kata Betts.

Baca juga: 'Menara Tengkorak' Ungkap Kekejian Ritual Pengorbanan Manusia di Aztec

Ia menambahkan, orang-orang asli akan terkena dampak negatif dari kehilangan peninggalan arkeologi. Di Kanada, klaim tanah harus didukung oleh bukti arkeologi. “Jadi, saat warisan mereka hilang, kemampuan mereka untuk mendapatkan haknya telah rusak,” papar Betts.

Jorgen Hollesen, arkeolog lingkungan di National Museum of Denmark, mengatakan bahwa pemuda asli di Greenland Selatan juga telah kehilangan kesempatan untuk terhubung dengan warisan budaya mereka akibat kerusakan.

“Akan menjadi hal memalukan jika generasi mendatang tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari sejarah seperti yang kita lakukan,” katanya.