Wanita Penari Perut di Balik Pertempuran Antara Nazi dengan Inggris

By Gregorius Bhisma Adinaya, Rabu, 4 Juli 2018 | 13:19 WIB
Hekmet Fahmy ()

Perang Dunia II memang sudah usai 73 tahun yang lalu, namun berbagai kisah di dalamnya seakan tidak pernah habis untuk diceritakan. Kengerian perang, strategi perlawanan, dan tokoh-tokoh di balik peristiwa besar ini masih menarik untuk disimak.

Salah satu kisah yang tidak kalah menarik adalah bagaimana cara negara-negara yang terlibat konflik ini saling mencuri informasi. Perseteruan antara Nazi dan Inggris termasuk yang paling menarik untuk disimak, mereka menggunakan wanita penari perut sebagai agen.

Baca juga: Penemuan Fosil Badak Tulis Ulang Sejarah Manusia Purba di Filipina

Saat itu, informasi rencana perang negara musuh adalah hal yang paling dicari. Dengan mengetahui hal tersebut, jalannya peperangan dapat diprediksi dengan lebih baik.

Tentara Nazi di bawah pimpinan Erwin Rommel sang "jenderal besar", saat itu berusaha mencari informasi strategi pertahanan tentara Inggris dalam melindungi Mesir. Sang jenderal yang diakui kemampuan perangnya oleh Winston Churcill ini hanya mengetahui bahwa Inggris menempatkan banyak ranjau, namun tidak dengan informasi letaknya.

Berada tidak jauh—kurang dari 160 km—dari Kairo, Mesir, pasukan yang dikenal dengan nama "Rubah Padang Pasir" ini sebenarnya sudah siap menyerang. Namun rencana untuk menguasai Terusan Suez (urat nadi pertahanan pasukan sekutu) melalui Kairo ini harus tertahan.

Baca juga: Buku Kuno Beracun Ditemukan di Perpustakaan Universitas di Denmark

Demi memuluskan rencana ini, dinas rahasia Nazi, Abwehr agents pun menjalankan "Operasi Condor". Johannes Eppler dan Peter Stanstede pun memasuki Kairo untuk mencari informasi terkait.

Johannes Eppler tidak mengalami kesulitan untuk membaur. Agen Nazi yang dibesarkan di Kairo ini fasih berbahasa Arab. Tidak heran, nama Hussein Gaafer yang ia gunakan sebagai nama samaran pun seakan memang menjadi identitas aslinya.

Johannes Eppler ()

Johannes Eppler menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan informasi. Salah satunya adalah dengan menempatkan "penyadap radio" dalam perahu yang mereka sewa dan ditambatkan di sungai Nil untuk menangkap percakapan tentara Inggris.

Usaha mereka dimulai tanpa hambatan karena bantuan seorang teman, Hekmet Fahmy, seorang penari perut yang sudah mereka kenal sebelumnya. Fahmy dapat dengan mudah mengumpulkan informasi dari para "klien" yang merupakan tentara Inggris.

Baca juga: Sejak Tiga Ribu Tahun Lalu, Kuda Telah Memiliki Dokter Gigi

Pada suatu waktu, seorang Mayor Inggris menjadi "klien" Fahmy. Sang Mayor pun dilayani penuh di dalam kamar. Tidak hanya itu, Fahmy memabukkannya dengan candu dan alkohol hingga tak sadarkan diri.

Eppler dan Stanstede pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan besar ini. Mereka masuk dan menggeledah sang Mayor. Keberuntungan pun berpihak, di dalam tas kulit buaya yang dibawa oleh Mayor Inggris ini terdapat rencana pertahanan tentara Inggris di Kairo.

Misi mereka pun sukses, membawa informasi untuk memuluskan Operasi Condor.

Penari perut melawan penari perut

Keberuntungan yang didapat oleh pihak Nazi sepertinya juga didapatkan oleh pihak sekutu, dan keberuntungan yang didapatkan Eppler dkk. nampaknya dengan segera meninggalkan mereka.

Setelah berhasil mendapatkan rencana pertahanan tentara Inggris, Eppler dan Stanstede pun merayakan keberhasilan mereka di sebuah pub.

Seperti kebanyakan pria di pub itu, Eppler pun terbius oleh kecantikan seorang penari perut di sana. Bagaimana tidak, penari perut itu memiliki warna mata hitam, berwajah wanita Arab, dan bentuk tubuh yang menarik.

Baca juga: Di Balik Maraknya Kekerasan Terhadap Jurnalis Amerika Pada Abad 19

Gayung bersambut, penari perut itu menatap mata Eppler seakan mencoba menggoda. Eppler yang tidak kuasa menahan godaan itu pun dengan segera menghampiri sang penari.

Eppler dan Stanstede menghabiskan waktu dengan para penari perut di dalam rumah mereka. Penari perut ini pun melayani sang mata-mata Nazi dengan cumbuan, candu, dan alkohol. Ya, persis seperti ketika Fahmy mencoba menjatuhkan seorang mayor Inggris.

Kedua agen Abwehr ini pun tidak sadarkan diri karena mabuk akan alkohol dan candu. Sial bagi mereka, para penari yang berada di dalam kamar yang sama dengan mereka ternyata mata-mata dari pihak sekutu.

Mata-mata cantik ini berasal dari pasukan Haganah, organisasi paramiliter Yahudi di wilayah Palestina—saat masih menjadi wilayah mandat Britania Raya pada tahun 1920 hingga 1948. Wajah Arab mereka memudahkan dalam misi penyamaran di Kairo.

Baca juga: Pembantaian Paus Sirip yang Terancam Punah demi Tujuan Komersial

Mudah bagi para agen Haganah, Eppler dan Stanstede yang sedang tidak sadarkan diri pun digeledah. Mereka menemukan kode rahasia yang dipakai untuk menghubungi markas besar mereka di wilayah Afrika.

Atas temuan ini, tentara Inggris dan sekutu pun membuat informasi-informasi palsu mengenai rencana pertahanan mereka. Pasukan yang dipimpin oleh Erwin Rommel ini pun memakan umpan dengan kode "Condor" dari tentara Inggris.

Pasukan Panzerarnee Afrika. ()

Sang Jenderal pun mengirimkan pasukan Panzerarmee Afrika—pasukan Jerman-Italia—lengkap dengan tank menuju Alam Halfa, sebuah wilayah di selatan El Alamein untuk melancarkan serangan.

Pasukan Panzerarmee Afrika masuk dalam perangkap. Ranjau-ranjau yang dipersiapkan oleh tentara Inggris pun menyambut dan melontarkan mereka ke berbagai penjuru. Tidak berhenti sampai di situ, belum sempat memulihkan diri dan melakukan koordinasi, pasukan Nazi ini kembali digempur oleh musuh.

Kegagalan ini pun membuat mereka terusir dan gagal dalam usaha untuk merebut Afrika. Peperangan ini kemudian dikenal dengan "Pertempuran Alam El Halfa". (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Baca juga: Data 120 Juta Pengguna Facebook Terumbar Dalam Laman Aplikasi Kuis