95 Kerangka Warga Kulit Hitam Korban Kerja Paksa Ditemukan di Texas

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 23 Juli 2018 | 12:33 WIB
Situs penggalian tempat ditemukannya 95 kerangka budak kulit hitam di Texas. (Fort Bend Independent School District)

Para arkeolog di pingggiran kota Sugar Land, Texas, menggali dan menemukan 95 kerangka yang diduga milik budak keturunan Afrika-Amerika. Mereka menjadi korban kerja paksa di ladang tebu pada era Jim Crow.

Jim Crow sendiri merupakan nama untuk sistem kasta yang diterapkan di selatan AS antara 1876 dan 1965. Hukum Jim Crow mengatur keadaan separate but equal atau segregasi bagi warga kulit hitam – yang kenyataannya mendiskriminasi mereka. Dengan kata lain, Jim Crow adalah era hukum ‘anti kulit hitam’.

Situs pemakaman tersebut mulai digali pada April lalu setelah ada rencana pembangunan sekolah baru. Petugas dari Fort Bend Independent School District menghubungi arkeolog ketika salah satu pekerja bangunan melihal tulang manusia yang menonjol dari dalam tanah.

Kerja paksa di ladang tebu

Meskipun saat ini menjadi kota maju dengan jumlah penduduk 90 ribu orang, Sugar Land dulunya hanyalah wilayah kecil dengan luas tidak lebih dari 97 ribu acre – diberikan pemerintah Meksiko kepada Stephen F. Austin (pendiri Texas) pada 1823.

Dengan bantuan Austin, 300 keluarga Amerika kemudian tinggal di sana. Perkebunan tebu pertama mulai beroperasi pada 1830-an dan berkembang dengan baik setelahnya.

Pada masa tersebut, budak Afrika-Amerika bekerja untuk mengumpulkan tebu yang akan dijadikan gula.

Baca juga: Arkeolog Ungkap Isi Sarkofagus Misterius yang Dianggap Terkutuk

Matthew Hardy, menulis di Texas Monthly pada 2017 bahwa mengumpulkan gula tebu jauh lebih sulit dibanding memetik kapas. Kepada Hardy, sejarawan Sean Kelley juga mengatakan kalau pekerjaan itu sangat buruk.

“Orang-orang menjadi sakit dan kemudian meninggal. Selain itu, tingkat kesuburan wanita menurun drastis. Penduduk Eropa sadar bahwa Anda tidak bisa membuat orang bekerja sukarela untuk mengumpulkan tebu. Itulah sebabnya ada kaitan yang kuat antara produksi gula dengan perbudakan,” papar Kelley.

Setelah Perang Saudara berakhir, emansipasi para budak kulit hitam di AS muncul. Pada 1865, Amandemen ke-13 yang menghapus perbudakan dan kerja paksa, resmi disahkan. Ini membuat banyak perkebunan tebu bangkrut.

Beberapa pemilik berhasil menyelamatkan bisnisnya dengan menyewa narapidana dari penjara untuk bekerja di ladang tebu -- menggantikan budak-budak sebelumnya. Tindakan tersebut legal di bawah Amandemen ke-13 karena kerja paksa untuk narapidana dianggap sebagai hukuman atas kejahatan mereka.

Populasi narapidana di penjara Texas memang meningkat pesat setelah Perang Saudara. Namun, jumlahnya tidak seimbang: pria kulit hitam lebih banyak. Menurut Texas State Historical Association, dari 1870 hingga 1912, 60% tahanan di Texas adalah penduduk kulit hitam.

Di ladang tebu, kondisi narapidana yang bekerja di sana sangat buruk. Mereka terinfeksi penyakit dari nyamuk, mengalami kekerasan fisik, dan masalah lainnya. Perkebunan tebu di Sugar Land lalu dikenal dengan nama “Hellhole on the Brazos”.

Penemuan kerangka

Setelah Fort Bend Independent School District menghubungi arkeolog, sekelompok peneliti dari Southern Methodist University, University of Texas dan Mississippi State University, mulai menggali dan mengobservasi sisa-sisa manusia tersebut.

Hasilnya menunjukkan bahwa kerangka itu berasal dari 1878 hingga 1910 – sesuai dengan waktu Texas berhenti menyewa narapidana untuk bekerja di ladang tebu.

Dari kerangka-kerangka yang berhasil diuji hingga saat ini, hampir semuanya milik pria keturunan Afrika-Amerika. Hanya ada satu kerangka perempuan. Usia mereka sekitar 14-70 tahun.

Baca juga: Gelombang Panas Memunculkan Sejumlah Situs Sejarah yang Hilang

Artefak dan sketsa kerangka yang ditemukan di Texas. (Fort Bend Independent School District)

Para arkeolog menemukan fakta bahwa tulang-tulang mereka mengalami cacat – menunjukkan stres berulang akibat kerja paksa. Peneliti juga menemukan peralatan berkarat serta rantai yang kemungkinan dikenakan para pekerja.

Reginald Moore, pendiri Texas Slave Descendants Society, berusaha mengungkap bagaimana AS mengeksploitasi tenaga kerja kulit hitam. Baginya, penemuan kerangka yang diduga budak ini, menandai puncak pencarian keadilan yang sudah dilakukannya sejak 1990-an.

Moore berharap dapat menerima pengakuan kesalahan dari AS untuk menghargai para budak dan narapidana tanpa nama yang turut membangun Texas -- dan negara tersebut.

“Ini penemuan yang luar biasa. Namun, saya juga sedih di saat yang sama. Penemuan ini berarti bahwa kerja paksa memang benar-benar terjadi kepada mereka,” paparnya.