Nationalgeographic.co.id - Bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Mungkin kalimat ini sesuai untuk menggambarkan bahwa emosi positif dapat menular. Begitu pula dengan senyuman.
Kita pasti pernah mendapati situasi ketika melihat orang lain tersenyum dan secara otomatis kita ikut tersenyum. Melihat senyuman dari orang lain dapat membuat seseorang secara tidak sadar juga tersenyum sebagai imbalan.
Para ilmuwan menemukan bahwa senyuman ternyata juga dapat didengarkan. Ketika seseorang melihat orang lain tersenyum, maka tanpa disadari mereka akan ikut tersenyum.
Baca juga: Manusia Telah Mencari Bigfoot Selama 60 Tahun, Ini Awal Mulanya
Charles Darwin dan ilmuwan kala itu adalah ilmuwan pertama yang mempelajari tentang senyuman. Menurut Darwin, senyuman dan ekspresi wajah lainnya bersifat universal bagi manusia. Senyuman bukanlah produk unik dari suatu budaya.
"Ada bukti bahwa senyuman merupakan isyarat yang sangat mendalam dalam repertoar manusia. Senyum diakui di seluruh budaya, bahkan bayi yang berumur beberapa minggu sudah menghasilkan senyuman jauh sebelum mereka tahu cara bicara," ucap Pablo Arias, seorang insinyur audio dan ilmuwan kognitif di Institute for Research and Coordination in Acoustics / Music in Paris.
Penelitian sebelumnya mencatat bahwa senyuman tidak hanya memicu perubahan pada wajah seseorang, melainkan juga memicu perubahan pada suara manusia. Hal ini oleh Arias disebut sebagai senyuman auditori.
Arias mengatakan bahwa hampir tidak ada ilmuwan yang mempelajari konsekuensi akustik senyuman. Untuk itu, Arias membuat penelitian untuk melihat apakah orang-orang merasakan senyuman dengan cara yang sama secara akustik, seperti yang mereka lakukan secara visual.
Penelitian yang dilakukan juga bertujuan untuk mempelajari bagaimana emosi dikomunikasikan melalui suara.
Untuk melakukannya, peneliti menganalisis bagaimana suara seseorang ketika mereka tersenyum dan tidak tersenyum. Peneliti kemudian merancang perangkat lunak yang mensimulasikan efek akustik dari senyuman saat seseorang sedang berbicara. Perangkat lunak ini bekerja terlepas dari jenis kelamin seseorang, nada, kecepatan, ataupun isi dari apa yang mereka katakan.
Eksperimen tersebut melibatkan 35 relawan dengan memasangkan elektroda pada wajah mereka. Ketika para relawan mendengar kalimat dari perangkat lunak yang secara artifisial memancing mereka untuk tersenyum, secara tidak sadar otot zygomaticus—yang meregangkan sudut mulut saat tersenyum—ikut bergerak.
Baca juga: Pengunjung Jatim Park 2 Semburkan Uap Vape Terhadap Primata Afrika
Dalam penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa mimikri seperti itu juga terdeteksi ketika seseorang melihat senyuman. "Hasil ini menunjukkan adanya mekanisme saraf yang sama untuk memproses komponen ekspresi wajah secara visual dan nonvisual," ungkap Arias.
Melalui penelitian tersebut Arias yakin dapat menemukan cara untuk mempelajari gangguan proses emosional pada penderita autisme. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan untuk mempelajari persepsi senyuman pada penyandang tuna netra.
Kedepannya, penelitian akan dilanjutkan untuk menyelidiki emosi-emosi yang lain, seperti amarah.