Tangki akan memompa oksigen ke dalam helm agar air tidak keluar, memungkinkan penyelam turun ke bawah sungai sampai kedalaman 30 meter.
Setelah 15 menit berada di bawah air, Bhoomin muncul kembali dengan tas katun yang terisi dengan lumpur.
Ia lalu meletakannya di atas piring logam, memperlihatkan beberapa peluru berusia 200 tahun dan koin tembaga dengan foto-foto Raja Thailand abad ke-19, Rama IV dan V.
Melalui koin-koin tersebut, kita bisa menelusuri kehidupan tepi sungai ibu kota Thailand, sebelum rumah-rumah adatnya diruntuhkan atas nama pembangunan modern.
“Di masa lalu, kami tinggal di atas rakit dan memiliki pasar apung. Banyak penduduk desa yang kehilangan perhiasan dan uang mereka di dalam sungai,” cerita Bhoomin.
Selain koin dan perhiasan, jimat Buddha yang belum selesai dibuat juga ditemukan di dalam lumpur.
Kehilangan mata pencaharian
Para penyelam bisa menghasilkan keuntungan yang lumayan dari pekerjaannya itu. Menjual beberapa koin tembaga membuat mereka mendapatkan 500 baht (sekitar Rp218 ribu) – hampir dua kali lipat dari upah minimum harian di Thailand.
Jika beruntung, sepotong perhiasan atau koin langka dalam kondisi baik dapat dijual hingga Rp4 juta di pasar antik Bangkok.
Namun, nasib para ‘Indiana Jones’ tersebut kini terancam karena pembangunan tepi pantai semakin menggerus lokasi komunitas mereka yang berdiri di atas rumah kayu. Para penyelam takut, tanpa akses langsung ke sungai, mereka akan kehilangan mata pencahariannya.
Baca juga: Tionghoa Peranakan dalam Bingkai Kebinekaan Indonesia
Pemerintah Bangkok pun telah meminta keluarga-keluarga di sana untuk pindah dari sungai sebagai bagian dari program gentrifikasi mereka.
Itu bukan satu-satunya masalah mereka dengan hukum. Mengambil artefak secara ilegal membuat ‘Indiana Jones’ ini berisiko didenda atau dipenjara.
Namun, Bhoomin keberatan dengan hal tersebut, mengatakan bahwa penyelam hanya mengambil barang-barang kecil saja.
“Kami tidak mengambil artefak seperti patung Buddha. Siapa pun, jika mau, bisa menyelam ke bawah sungai dan mengambilnya,” paparnya.