Guncangan yang dirasakan oleh warga Jakarta pada 23 Januari lalu menimbulkan kepanikan besar walau pusat gempa berada di 91 km barat daya Lebak Banten. Bukan tanpa alasan, guncangan yang ditimbulkan gempa ini membuat gedung-gedung tinggi di Jakarta bergoyang kencang.
Merespon kejadian saat itu, ahli geodesi kebumian Institut Teknologi Bandung, Iwan Meilano, kepada Kompas.com saat itu, mengatakan bahwa gempa Banten menandai aktivitas zona tektonik si selatan Jawa yang semakin meningkat.
Baca juga: Harta Karun Berupa Perhiasan Emas Kuno Ditemukan di Gunung Kazakhstan
Aktivitas zona tektonik ini juga menegaskan apa yang tercantum pada Peta Gempa Bumi Nasional 2017. Dalam peta tersebut disebut tentang potensi gempa berkekuatan M 8,7 yang mungkin terjadi di selatan Jawa Barat.
Sejalan dengan Iwan, Danny Hilman Natawidjaya, ahli gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), juga mengkhawatirkan makin aktifnya zona tektonik di selatan Jawa tersebut.
"Meskipun lokasi sumber gempanya berbeda-beda, kalau dari aspek mitigasi bencana, yang harus paling diperhitungkan yang Megathrust selatan Jawa," ungkap Danny.
Danny menjelaskan, sekalipun data tentang potensi gempa besar di selatan Jawa makin banyak ditemukan, tapi belum bisa diprediksi kapan dan di mana gempa tersebut akan terjadi. Apalagi, hingga saat ini, sebagian besar zona kegempaan di Indonesia belum terpetakan dengan baik.
Walaupun tidak berada di patahan, namun Jakarta perlu mewaspadai guncangan yang ditimbulkan oleh gempa di sekitar Jakarta.
Meski belum ada data rinci kapan periodisasi gempa di Selat Sunda, namun peneliti tsunami pada Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapankata, Widjo Kongko menyarankan untuk disiapkan skenario terburuk. Ia mengkaji dan membuat model dampak gempa dan tsunami berkekuatan Mw 9 yang berpusat di Selat Sunda.
Baca juga: Durasi Tidur Berlebih, Memiliki Kaitan Dengan Kematian Seseorang
Hasilnya, Jakarta yang berjarak 200-250 km dari pusat gempa berpotensi berguncang keras selama beberapa menit. "Intensitas yang dirasakan di Jakarta bisa sangat kuat. Bisa menimbulkan kerusakan bangunan," ungkap Widjo.
Lebih lanjut, Widjo mengatakan bahwa Jakarta berada di atas tanah endapan atau aluvial yang karakteristiknya menambah amplifikasi guncangan. "Studi mikrozonasi sangat penting untuk tahu dampak gempa ini," kata dia.