Bukan Kepuasan, Balas Dendam Justru Memperburuk Suasana Hati

By Mar'atus Syarifah, Rabu, 8 Agustus 2018 | 16:12 WIB
Balas dendam justru membuat kita merasa terluka dan marah. (KatarzynaBialasiewicz/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Wajar jika kita marah saat disakiti atau dicelakai orang lain. Terkadang, terbesit dalam benak untuk membalaskan dendam. Ketika dendam kita terbalaskan, betapa puas rasa hati kita.

Namun, apakah rasa puas tersebut dapat membayar sakit yang kita rasakah? Pernahkan kita memikirkan dampak terhadap diri sendiri atas aksi balas dendam tersebut?

Penelitian yang dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin mengungkapkan bahwa orang yang melakukan balas dendam biasanya sulit untuk memaafkan. Orang tersebut juga cenderung gemar mengungkit-ungkit tentang kesalahan yang telah terjadi.

Baca juga: Tidak Terprediksi, Namun Jakarta Perlu Waspada Gempa Sunda Megathrust

Selain itu, orang yang membalas dendam juga cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih rendah. Mereka tidak banyak merasakan kebaikan dalam hidup mereka. Ketika dendam sudah terbalaskan, maka si pendendam akan mendapatkan kepuasan.

Namun, menurut peneliti, kepuasan yang didapatkan dari balas dendam cenderung memiliki pengaruh negatif. Orang yang melakukan balas dendam justru akan merasa sangat terluka dan marah. Padahal, orang melakukan balas dendam sebagai upaya untuk memperbaiki suasana hati agar merasa lebih baik.

Berbeda dengan orang yang memiliki gangguan sadisme. Pembalasan dendam merupakan kegiatan yang efektif untuk benar-benar memperbaiki suasana hati. Pelaku sadisme akan menemukan kesenangan ketika menimbulkan rasa sakit dan penghinaan pada orang lain.

Jadi, apakah balas dendam membuat kita merasa lebih baik? Jawabannya adalah tidak.

Balas dendam pun seringkali muncul dalam bentuk berbeda, yakni perilaku mengambinghitamkan. Mengambinghitamkan bisa terjadi karena ketidakadilan. Sebagai contoh, sebuah penelitian dari University of Kansas meminta para peserta untuk membaca artikel berita palsu berjudul The Wight of Working Class Americans. Artikel tersebut terdapat dua versi. Setengah peserta membaca satu versi, di mana kesalahan ditempatkan pada kelas menengah. Dalam versi kedua, artikelnya persis sama, tetapi menyalahkan kelas atas, bukan peserta kelas menengah.

Baca juga: Semburan Air Disertai Gas Hingga 30 Meter Terjadi di Desa Sidolaju

Selanjutnya, semua peserta membaca artikel kedua berjudul Illegal Immigrants Successful in Economic Slum, tentang ketimpangan pekerja lokal dengan imgran dalam perekonomian. Hasilnya, terdapat rasa marah pada peserta karena ketidakadilan yang dihadapi oleh kelas pekerja dalam artikel.

Atas temuan ini, para peneliti kemudian menyimpulkan, perilaku menyalahkan imigran membantu meredakan rasa bersalah dan menopang citra diri moral para peserta.