Gelombang Panas 1911 yang Mematikan dan Membuat Gila Banyak Orang

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 9 Agustus 2018 | 18:22 WIB
Orang-orang memilih tidur di taman dibanding di rumah mereka sendiri karena suhu sangat panas dan lembap. (Bain News Service/The Library of Congress)

Nationalgeographic.co.id - Pada Juli 1911, di sepanjang pantai timur Amerika Serikat, suhu meningkat hingga melebihi 40 derajat celsius dan berlangsung selama 11 hari. Selain menewaskan penduduk, peristiwa tersebut membuat banyak orang hampir gila.

Di ujung jalan Pike Street, di Manhattan, seorang pria muda melompat dari dermaga dan terjun ke dalam air setelah berjam-jam mencoba tidur siang di sudut yang teduh. Sebelum melompat, ia berkata: “Aku tak tahan lagi!”.

Sementara itu, di Harlem, seorang buruh yang kepanasan berusaha menabrakkan dirinya di depan kereta dan harus ditahan polisi.

Selain membasuh kepala dengan air, warga AS juga sering melompat ke laut atau danau demi menghindari cuaca panas yang menyengat. (Bain News Service/The Library of Congress)

Jalanan AS penuh kekerasan. Warga berlarian seperti orang gila karena kepanasan. Salah satu pemabuk bahkan menyerang polisi dengan pisau daging karena tak tahan menahan suhu ekstrem.

Pada zaman di mana belum ada AC dan kipas angin listrik, banyak orang kesulitan bertahan dalam mengatasi panas yang mematikan ini.

Baca juga: Kisah Gadis Cilik dan Baju Hangat yang Menyelamatkannya dari Holocaust

Bulan Juni berlalu cukup mudah, namun setelahnya, sapuan udara panas dan kering dari dataran selatan menekan kebahagiaan dari angin laut.

Di Providence, pulau Rhode, suhu meningkat 11 derajat dalam setengah jam. New York dan Philadelphia menjadi pusat kekacauan, sementara di New England, rel kereta melengkung, pengiriman surat ditunda, dan orang-orang meninggal di bawah matahari.

Jumlah korban tewas diperkirakan mencapai dua ribu orang hanya dalam beberapa minggu.

Anak-anak berkumpul dan menjilat balok es untuk mendapat kesegaran. (Bain News Service/The Library of Congress)

Ventilasi yang buruk serta tempat tinggal sempit memperparah keadaannya. Orang tua, muda dan anak-anak kecil menjadi korban gelombang panas. Bayi-bayi menangis sepanjang malam, atau tidak bisa bangun sama sekali.

Mereka tidak hanya meninggal karena serangan panas langsung, tetapi juga kelelahan saat berusaha melarikan diri dari udara yang terik. Selain itu, sekitar 200 orang meninggal akibat tenggelam di laut, kolam, sungai, dan danau, dalam upayanya menyegarkan tubuh.

Selain manusia, kuda-kuda juga mati dan dibiarkan membusuk di sepanjang jalan.

Baca juga: Misteri Segitiga Bermuda: Ketika Kapal Terbesar AS Hilang Tanpa Jejak

Saat udara panas mencapai puncaknya, para penduduk meninggalkan apartemen mereka dan tidur di rumput yang dingin. Mereka tidur siang di bawah pohon di taman Central Park dan mencari keteduhan di Battery Park.

Di Boston, sekitar lima ribu orang memilih menghabiskan malam di Boston Common dan menghindari risiko mati lemas di rumah mereka sendiri.

Para penduduk AS mencari keteduhan di Battery Park selama gelombang panas 1911. (Bain News Service/The Library of Congress)

Di Hartford, Connecticut, orang-orang berkeliling dengan kapal feri demi mendapatkan angin. Perusahaan bir lokal menyumbangkan satu tong air untuk taman.

Pemerintah kota juga telah berusaha melakukan apa yang mereka bisa untuk mengatasi serangan panas. Termasuk menyiram air ke jalanan.

Sekitar tanggal 13 Juli, badai besar yang menyerang AS, akhirnya membawa suhu kembali ke tahap normal dan gelombang panas pun berakhir. Namun, lima orang meninggal akibat tersambar petir.