Kisah Singa Laut yang Menjadi Korban Penembakan Para Nelayan

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 21 Agustus 2018 | 12:49 WIB
Singa laut. (Foto4440/Getty Images/iStockphoto)

Singa laut merupakan hewan yang cerdas. Ia mahir dalam ‘mencuri’ salmon, sarden, dan cumi-cumi yang sudah tertangkap di jaring nelayan. Ke mana pun nelayan pergi, singa laut akan mengikutinya.

“Anda tidak akan bisa lari darinya. Kami telah menghindarinya selama enam jam dan mereka tetap mengikuti. Enam jam! Tiga singa laut berada di sisi kapal kami,” kata Little, salah satu nelayan di Santa Cruz.

Ketika National Geographic bertanya kepada nelayan lain, apa yang bisa dilakukan agar singa laut berhenti mencuri tangkapannya, dia menjawab tanpa ragu: “Menembak dengan senapan”.

Sang nelayan, yang meminta dirahasiakan identitasnya karena takut dengan dampak hukum, mengatakan bahwa kehilangan ikan akibat singa laut dapat mengancam mata pencahariannya.

“Itu membuat frustasi. Terkadang Anda harus mencari ikan selama delapan jam, dan ketika akhirnya dapat, Anda melihat ikan-ikan itu dicuri oleh singa laut,” paparnya.

Para nelayan telah menggunakan berbagai cara untuk menyingkirkan singa laut. Di antaranya senjata paintball, “bom segel” yang merupakan bahan peledak berkekuatan rendah, hingga tenaga listrik.

Namun, menurut mereka, satu-satunya cara untuk menjaga singa laut tetap berada di teluk dan tidak mengganggu tangkapan mereka adalah rentetan peluru.

Dilindungi undang-undang

Sampai akhir 1950-an, para nelayan di pantai barat Amerika bebas menembak singa laut. Oregon bahkan membayar nelayan sebesar 10 dollar AS untuk satu singa laut yang mati.

Namun, memasuki 1960-an, jumlah populasi singa laut menurun drastis dan berada di ambang kepunahan. Melihat hal itu, International Union for Conservation of Nature, menetapkan status konservasi bagi singa laut dan memasukannya ke daftar hewan sangat langka.  

Kemudian, pada 1972, undang-undang perlindungan mamalia laut ditetapkan. Artinya, aksi perburuan dan penganiayaan mamalia laut dianggap ilegal. Ini membuat jumlah singa laut kembali meningkat. Dari yang tadinya 90 ribu pada 1975, menjadi 260 ribu pada 2014.

Baca juga: Fakta-fakta Megalodon, Hiu Purba Raksasa yang Hidup Jutaan Tahun Lalu

Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya populasi singa laut, aksi penembakan kembali terjadi. Dari 2003 hingga 2015, pusat rehabilitasi menemukan 165 singa laut dengan luka tembak di tubuhnya.

Singa laut yang berhasil selamat akan direhabilitasi, lalu dilepaskan kembali ke alam liar. Meski begitu, untuk beberapa kasus seperti Cruz, yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri, terpaksa menghabiskan hidup di akuarium atau kebun binatang.

Hukuman bagi pelaku penembakan adalah satu tahun pejara atau denda hingga 25 ribu dollar AS. Namun, pada kenyataannya, mereka sangat sulit ditangkap. Sejak 2003, hanya lima pelaku di California yang berhasil diadili atas aksi melukai dan membunuh singa laut.

Semua ini terjadi karena penembakan biasanya dilakukan di tengah laut, di mana tidak ada saksi mata. Satu-satunya bukti yang tersisa hanya peluru di tubuh singa laut yang akhirnya terdampar di pesisir beberapa hari atau minggu setelahnya.