Mengungkap Keberadaan Suku Terisolasi Dapat Menyelamatkan Mereka?

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 3 September 2018 | 16:43 WIB
Gambar sekilas penyintas suku terasing di hutan Amazon. (FUNAI)

“Dengan semakin berkembangnya pertanian, dan aktivitas lain seperti pertambangan dan penebangan di Amazon, orang-orang ini mungkin bisa hilang sebelum publik tahu bahwa mereka ada,” kata Pereira.

Dia menyadari bahwa menggunakan drone untuk menyorot Orang-orang Berpanah ini merupakan taktik yang agresif. Namun, Pereira menyatakan bahwa pesawat tak berawak itu dioperasikan lebih tinggi dari tahun lalu untuk menghindari kritik terkait pelanggaran privasi.

Para pemimpin adat di Brasil memuji keputusan FUNAI untuk melindungi komunitas terisolasi yang sangat rentan terhadap penyakit menular dan kekerasan dari dunia luar.

“Fakta bahwa mereka tidak pernah melakukan kontak di luar kelompoknya, membuatnya lebih rentan,” tutur Beto Marubo, salah satu anggota suku asli yang berbicara atas nama saudara-saudara terasing mereka.

Suku Beto, Marubo, merupakan salah satu dari enam suku yang mampu dikontak di Vale do Javari Indigenous Land. Selain itu, ada 11 komunitas terisolasi juga di wilayah tersebut.

Masih banyak misteri yang meliputi penyintas di suku Rondonia dan Flecheiros. Kedua suku ini sama sekali tidak pernah melakukan kontak langsung dengan dunia luar.

Hampir 500 mil dari cagar alam Tanaru, seorang penyintas suku terus menghindari kontak langsung dengan orang luar. Ia kabur dari petugas FUNAI yang mengamati pergerakannya, meninggalkan bawaan, bibit tanaman, dan alat-alatnya, serta melakukan patroli di perbatasan untuk mencegah intrusi yang berpotensi membahayakan keberlangsungan hidupnya.

Meski begitu, keberadaan agen FUNAI di hutan telah memunculkan kepercayaan tersendiri bagi mereka. Pereira menjelaskan, pria primitif tersebut pernah memberi isyarat kepada petugas untuk menghindari jebakan yang dia gali sebagai bentuk pertahanan dari penyusup dan untuk menjebak hewan liar.

Anggota suku itu juga menggali lubang-lubang yang dalam dan sempit pada gubuk beratap daun palem yang dibangunnya sendiri. Sejauh ini, agen-agen FUNAI telah menemukan lusinan tempat tinggal – masing-masing dengan lubang yang digali di gubuk -- dalam upayanya memantau suku-suku terasing.

Baca juga: Tradisi Para Biksu di Pegunungan Himalaya Saat Menyambut Musim Dingin

Meski masih bingung dengan tanda penggalian di dalam rumah tersebut, namun mereka menduga, itu mungkin merupakan bagian dari praktik spiritual anggota suku. Karena tidak mengetahui dari suku mana pria tersebut berasal, agen FUNAI menyebutnya dengan istilah índio do buraco atau manusia lubang.

“Saya merasa memiliki kewajiban untuk menebus penganiayaan yang pernah dialami para anggota suku,” kata Altair Algayer, agen FUNAI yang bertugas melindungi suku terisolasi selama 13 tahun, melalui sebuah e-mail yang dia tulis dari markasnya di hutan.

Algayer berharap, unggahan video tentang suku terasing bisa menarik perhatian pemerintah Brasil untuk membantu FUNAI melindungi suku-suku di Amazon.