Sampah Sedotan Plastik Mengancam Bumi, Berbagai Pihak Mulai Berbenah

By Nesa Alicia, Jumat, 21 September 2018 | 14:39 WIB
Sedotan plastik sekali pakai turut menyumbang pencemaran laut. (MaRabelo/Getty Images/iStockphoto)

Amaranila Lalita Drijono, Dokter Kulit dan Kecantikan berkeinginan untuk mengajak masyarakat luas peduli dengan lingkungan terutama limbah sedotan plastik. Sehingga ia merancang sendiri sedotan pakai ulang dari bahan kaca yang menjadi sedotan kaca pertama buatan Indonesia yang memiliki standard alat Lab Kedokteran.

"Saya meminta rekan saya yang biasa memproduksi alat-alat kedokteran dan laboratorium untuk membuat sedotan dari bahan kaca. Awalnya mereka ketawa, buat apa sih bu alat begini, saya sendiri yang ajari, mulai dari ukuran sampai tingkat ketebalan," ungkapnya.

Amaranila memilih membuat sedotan pakai ulang—yang diberi merek Mata Cinta—dari bahan kaca karena dinilainya lebih higienis dan tahan lama. Sedotan itu akan dipasarkan sepasang dengan sikat bulu sebagai alat pembersih sedotan. Sikat yang digunakan untuk sedotannya menggunakan bahan alami berupa bulu sapi atau bulu kuda. 

Baca Juga : (FOTO) Mencoba LRT Jakarta, Moda Transportasi Baru nan Modern

"Karena terbuat dari kaca, jadi bisa terlihat apakah bersih atau kotor bagian dalamnya, dan saya juga merancang sikat pembersihnya agar benar-benar pas sehingga bisa membersihkan secara sempurna," tambahnya lagi.

Banyaknya orang-orang yang tertarik dengan sedotan pakai ulang kaca ini, membuat karyanya juga semakin meningkat. Pada awal produksi sedotan kaca pada tahun 2016, ia hanya membuat 100 buah sedotan dan untuk kalangan terbatas saja. Namun kini dalam sebulan, Amaranila mengaku bisa melayani lebih dari 1000 pesanan.

3. Sedotan bambu buluh

Mandhara Brasika (Istimewa via TribunBali.com)

Komunitas peduli lingkungan di Gianyar, Bali menjadi salah satu komunitas yang memproduksi sedotan pakai ulang dari bambu.

Dengan nama Griya Luhu, mereka memilih menggunakan bambu buluh yang berdiameter kecil sebagai bahan utama sedotan mereka.

Mandhara Brasika, pendiri Griya Luhu mengatakan, awalnya sedotan bambu yang mereka buat hanya ditujukan sebagai barang souvenir.

Bahan baku yang melimpah dan proses pembuatan yang sederhana membuat harga sedotan dari bambu buluh lebih terjangkau bagi pemilik hotel dan rumah makan lokal dibanding mereka menyediakan sedotan pakai ulang dari steinless steel atau kaca untuk memenuhi tuntutan.

Baca Juga : Mengkhawatirkan, Masyarakat Sekitar Membuang Popok di Sungai Brantas

Mandhara mengatakan, jika sedotan bambu buluh dirawat dengan baik, berarti sedotan tersebut bisa bertahan 3 bulan atau maksimal 6 bulan

Sejak setahun terakhir sedotan tersebut banyak diminati pengelola hotel dan restoran di Pulau Dewata dan sejumlah kota lainnya.

"Karena Bali daerah wisata dan banyak tamu yang datang itu bule, mereka sudah paham bahaya limbah sedotan plastik dan sering menolak atau meminta sedotan pakai ulang. Jadi ketika tahu ada sedotan bambu pemilik dan pengelola hotel banyak memesan baik untuk digunakan di tempat mereka maupun untuk souvenir," kata Mandhara.

Dalam waktu yang singkat, Griya Luhu mulai dipenuhi banyak pesanan. Bermula dari 100 buah sedotan saja, kini komunitasnya bisa memproduksi lebih dari 1000 – 2000 buah sedotan bambu setiap bulan.

"Kita berharap pemerintah turun tangan dengan menghentikan penuh distribusi sedotan plastik sekali pakai," ujarnya.

#BumiAtauPlastik #SayaPilihBumi