Nationalgeographic.co.id – Selama ratusan juta tahun, orang-orang yang tinggal di pesisir pantai memiliki ketakutan besar atas skenario kenaikan permukaan laut: yakni pecahnya lapisan es.
Jika lapisan es yang menutupi Antartika dan Greenland meleleh, maka tingkat kenaikan permukaan laut semakin tinggi, membuat kota-kota pinggir pantai tidak dapat ditinggali lagi dan merusak properti serta infrastruktur senilai triliunan dolar.
Sebuah studi yang dipublikasikan pada jurnal The Cryosphere, menyatakan bahwa untuk mengatasi bencana tersebut, umat manusia harus memulai proyek teknik sipil terbesar dalam sejarah.
Proyek yang dimaksud adalah membangun dinding raksasa di bawah lapisan es agar ia tidak mudah patah.
Baca Juga : Sampah Sedotan Plastik Mengancam Bumi, Berbagai Pihak Mulai Berbenah
Ini akan menjadi upaya geoengineering yang melibatkan pengerjaan ulang planet kita. Mungkin kota-kota pesisir harus beradaptasi mengingat perlu waktu lama untuk memulihkan kembali dampak pemanasan global dan perubahan iklim akibat ulah manusia.
“Melakukan geoengineering berarti harus mempertimbangkan hal yang sebelumnya tidak terpikirkan,” ujar John Moore, salah satu peneliti studi dan ilmuwan iklim dari University of Lapland Arctic Centre.
Memprediksi kehancuran
Ada cukup banyak lapisan es yang menumpuk di Antartika. Jika meleleh, itu akan menaikkan laut dunia hingga 200 kaki (60 meter). Menurut studi yang dipublikasikan pada jurnal Nature, es-es ini meleleh lebih cepat dibanding yang kita bayangkan.
Memang perlu waktu ribuan tahun untuk menyebabkan kenaikan laut hingga beratus-ratus kaki, tapi saat ini, tanda-tandanya mulai terlihat.
Michael Oppenheimer, profesor geosains di Princeton University mengatakan bahwa di abad ke-20, kenaikan permukaan laut dunia meningkat sekitar enam inci. Ini cukup untuk mempersempit pantai di East Coast sebanyak 50 kaki (15 meter).
Sejak pertengahan 1990-an, tempat-tempat seperti Miami mengalami kenaikan lima inci (12 sentimeter) -- lebih cepat daripada yang lain akibat arus laut dan efek gravitasi.
Beberapa faktor juga berkontribusi terhadap kenaikan permukaan laut, Saat Bumi semakin menghangat akibat pembakaran bahan bakar fosil, lautan menyerap sebagian besar panas. Air hangat semakin meluas dan mengambil lebih banyak ruang.
Menopang es
Menurut studi terbaru, kita bisa membangun struktur pendukung atau bahkan dinding di bawah lapisan es untuk mencegahnya agar tidak patah. Juga agar es tidak melemah akibat masuknya air hangat dari bawah.
Para peneliti telah mempelajari konsep ini selama beberapa tahun. Di studi terbaru, mereka menghitung seberapa besar kemungkinan proyek ini bisa menghindari hancurnya gletser Thwaites.
Thwaites sendiri merupakan gletser yang menantang karena lebarnya sangat ekstrem. Artinya, itu membutuhkan struktur pendukung yang besar.
Metode pertama untuk menopang gletser ini adalah dengan menempel rangkaian gundukan di bawahnya. Meskipun tidak akan menghalangi air hangat yang mengalir di bawah es, namun gundukan ini akan membantu menyokong gletser sehingga risiko patahnya semakin kecil.
Metode ‘sederhana’ tersebut akan memerlukan upaya yang cukup sulit. Peneliti menyebutnya sebagai proyek teknik sipil terbesar yang pernah dicoba oleh umat manusia.
Mereka mengatakan, proyek ini memiliki peluang 30% untuk mencegah runtuhnya gletser Thwaites selama seribu tahun mendatang.
Baca Juga : Menyedihkan, Sampah Plastik Samudera Pasifik Hampir Seluas Indonesia
Selain itu, pendekatan yang lebih ‘kompleks’ juga akan dilakukan. Yakni dengan membangun dinding kokoh di bawah gletser -- berpotensi menghentikan masuknya setengah dari air hangat yang mengalir.
Proyek tersebut akan memiliki peluang 70% keberhasilan hingga seribu tahun ke depan. Namun, cara ini akan jauh lebih sulit dilaksanakan.
Bukan solusi total
Selain kesulitan teknis, ada kekhawatiran lain dari rencana menopang es Antartika tersebut.
Para peneliti khawatir bahwa ide ini akan dijadikan ‘pembelaan’ bagi manusia untuk terus memompa gas rumah kaca ke atmosfer. Padahal, proyek tersebut hanya berfokus pada salah satu konsekuensi perubahan iklim.
Dengan kata lain, ia bisa mengurangi efek negatif dari kenaikan permukaan laut, tapi dampak perubahan iklim lainnya – seperti kekeringan, gelombang panas, dan badai yang ekstrem -- tidak bisa dihentikan.