Sokushinbutsu, Kisah Para Biksu Yang Mengubah Dirinya Menjadi Mumi

By Nesa Alicia, Rabu, 3 Oktober 2018 | 15:57 WIB
(Ancient Origins)

Baca Juga : Ledakan Bom Perang Dunia II Kirim Gelombang Kejut Hingga ke Atmosfer

(Ancient Origins)

Diet ini sangat penting untuk menghilangkan semua lemak pada tubuh. Asupan air juga akan dikurangi untuk mengeringkan tubuh dan membuat organ menyusut. 

Setelah seribu hari "makan pohon", para biksu akan mulai minum teh beracun yang terbuat dari getah pohon Urushi. Biasanya, getah Urushi digunakan untuk pernis peralatan makan. Dengan mengonsumsi teh tersebut maka tubuh akan mengandung racun, sehingga dagingnya tidak akan dimakan oleh belatung dan parasit lainnya.

Racun tersebut juga akan membuat biksu muntah dan kehilangan cairan tubuh lebih cepat.

Baca Juga : Wabah Menari Massal, Menari Tanpa Henti Ini Membunuh Banyak Orang

Ketika biksu merasa akan tiba waktunya untuk meninggal, ia akan mencari sebuah tempat untuk mengurung dirinya. Tempat tersebut seperti kuburan dan biasanya di ruang bawah tanah dengan ukuran yang tidak cukup besar sehingga biksu harus berada dalam posisi duduk seperti sedang mediasi. 

Dalam kuburannya akan dipasang sebuah tabung menggunakan bambu panjang yang berfungsi sebagai ventilasi udara agar biksu tetap dapat bernafas. Selain itu, di dalamnya akan diletakan sebuah lonceng yang akan dibunyikan setiap hari yang menandakan bahwa dirinya masih hidup. Bila lonceng tersebut sudah tidak berdering, berarti biksu tersebut telah meninggal.

Makam tersebut akan disegel selama tiga tahun. Bila proses mumifikasi tersebut berhasil, maka jasadnya akan diabadikan sebagai "Buddha Hidup" di sebuah kuil. Mereka akan diperlakukan seolah-olah masih hidup dan dihormati oleh umat Buddha sebagai Buddha yang hidup dan bernapas.

Keberhasilan mumifikasi diri dianggap sebagai tanda pahala spiritual yang tinggi. Bagi para biksu yang gagal, akan dimakamkan kembali setelah proses eksorsisme dilakukan.

Praktik sokushinjobutsu tidak dilihat sebagai tindakan bunuh diri, melainkan sebagai bentuk pencerahan untuk memberikan kesaksian, dedikasi, dan kemandirian. Mumifikasi adalah tindakan dengan mengorbanan diri demi kepentingan semua makhluk hidup. Mumifikasi diri juga dianggap sebagai jalan menuju keabadian.

Baca Juga : Temuan Planet Nakal, Tidak Mengorbit Bintang dan 12 Kali Lebih Besar dari Jupiter

Pada tahun 1879, praktek ini dilarang oleh pemerintah Meiji. Saat itu negara tengah melakukan upaya modernisasi. Sejak saat itu, tidak ada lagi kasus mumifikasi yang terjadi.

Hingga saat ini, Sokushinbutsu masih diabadikan di berbagai kuil, di mana mereka disembah sebagai peninggalan dan sebagai Buddha hidup. Orang-orang yang menganut keyakinan eskatologis mempercayai bila di masa depan ketika akhir zaman tiba, para sokushinbutsu akan bangun dan membantu umat manusia.